Liputan6.com, New York - Harga minyak dunia mampu mempertahankan kenaikan menjelang akhir pekan terdorong dolar Amerika Serikat (AS) yang menguat.
Sentimen pernyataan pejabat bank sentral AS atau the Federal Reserve mempengaruhi pasar keuangan dan komoditas. Pimpinan bank sentral AS Janet Yellen memberikan sinyal kenaikan suku bunga pada awal bulan depan. Akan tetapi, langkah bank sentral AS itu masih bergantung pada data ekonomi.
Wakil pimpinan the Fed Stanley Fishcer menuturkan kalau pidato Yellen "konsisten" dengan ada kemungkinan kenaikan suku bunga sebanyak dua kali pada 2016. Komentar itu mendorong kenaikan dolar AS, tapi menekan harga minyak.
Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober naik 31 sen atau 0,7 persen ke level US$ 47,64 per barel di New York Mercantile Exchange. Sepekan ini, harga minyak WTI melemah tiga persen.
Baca Juga
Advertisement
Harga minyak Brent untuk pengiriman Oktober di London's ICE Future Exchange naik 25 sen atau 0,5 persen ke level US$ 49,92 per barel.
"Mengingat kinerja yang solid dari pasar tenaga kerja dan prospek ekonomi dan inflasi. Saya percaya hal itu memperkuat the Fed untuk menaikkan suku bunga," ujar Yellen saat pidato di Jackson Hole,Wyoming seperti dikutip dari laman Marketwatch, Sabtu (27/8/2016).
Yellen memberi sinyal kuat kalau bank sentral AS sedang mempersiapkan untuk menaikkan suku bunga secepatnya. Ini pun diperkuat dengan komentar Fishcer. Peningkatan suku bunga membuat dolar AS menguat sehingga mendorong harga minyak lebih mahal bagi pedagang yang mengguat mata uang asing.
Indeks dolar AS naik 0,81 persen, dan bergerak volatile usai Yellen memberikan komentar. Indeks dolar AS pun menguat 0,9 persen menjadi 95,58.
"Sepertinya dolar AS mempengaruhi harga minyak dan komoditas lainnya. Minyak melonjak lebih tinggi sebagai reaksi spontan," kata co-editor 7:00 Tyler Richey.
Richey mengatakan kalau fokus pelaku pasar kini menanti hasil pertemuan para produsen minyak utama, dan rencana untuk membekukan produksi minyak. (Ahm/Ndw)