Liputan6.com, Manila - Presiden Rodrigo Duterte bersumpah untuk tidak main-main dalam membasmi narkoba dan sejumlah kejahatan terkait, walaupun harus mendapat celaan dunia internasional.
Menurut statistik polisi, sudah lebih dari 1.800 orang meninggal dunia sejak pembunuhan yang melibatkan polisi dan beberapa pembantaian yang diduga dilakukan para preman.
Baca Juga
Advertisement
Dikutip dari CNN pada Sabtu (27/8/2016), pada Selasa 23 Agustus lalu Duterte berjanji memerangi masalah narkoba "mati-matian".
"Perang melawan narkoba akan berlanjut hingga hari terakhir dalam jabatan saya," katanya di Istana Malacanang.
"Perang melawan korupsi bisa saja terus berlanjut hingga 6 tahun… banyak yang tidak suka, tapi, pada umumnya, saya ada tugas untuk negeri saya."
Sang Presiden angkat bicara setelah pucuk pimpinan kepolisian mengaku dalam tanya jawab selama 2 hari dengan kongres, guna menjelaskan peningkatan pembunuhan.
Ronald Dela Rosa, Pimpinan Kepolisian Nasional Filipina, menjelaskan ada lebih dari 700 pengedar dan pengguna narkoba yang kehilangan nyawanya sejak operasi polisi dimulai pada 1 Juli lalu.
Ia juga mengatakan ada 300 perwira polisi yang diduga memiliki keterlibatan dalam perdagangan narkoba, dan akan dicopot dari jabatannya untuk kemudian diseret ke pengadilan.
Dela Rosa juga memastikan polisi "tunduk kepada hukum" dan tidak ada perintah "tembak hingga mati", sekalipun terjadi peningkatan jumlah kematian setelah penumpasan yang digagas Duterte.
Dela Rosa juga mengatakan bahwa kampanye "datangi dan berjanji" bertujuan membujuk 1,8 juta pelaku narkoba untuk menyerah kepada pihak berwenang, dalam kurun waktu 6 bulan ke depan.
Dalam kampanye tersabut, polisi mengundang para tersangka pidana narkoba untuk menyerahkan diri dan melakukan pendaftaran dengan pihak berwenang setempat.
Menurutnya, ia sadar telah menetapkan sasaran yang sulit dijangkau, tapi yakin masih bisa meraih 60 hingga 70 persen dari angka sasaran. Sekarang saja, pemerintah daerah di seluruh negeri telah menerima lebih dari 675.000 orang yang mendaftar secara sukarela.
Dela Rosa mengatakan bahwa statistik itu benar adanya, "Kita tidak bisa memaksa orang yang bukan pengguna untuk menyerahkan diri hanya supaya mengejar target."
Ketika ditanya oleh Senator Gregorio Honasan, Dela Rosa mengaku ada beberapa petugas yang "membuat kesalahan".
Ia melanjutkan, "Kami hanya manusia biasa dan dapat merasakan rasa frustrasi itu…kami akui telah melakukan sejumlah kesalahan, kami tidak sempurna. Kami harap ada keseimbangan sewaktu bicara tentang kami."
"Saya merasakannya ketika turun ke lapangan, lalu orang memegang tangan saya dan berterima kasih karena telah melakukan ini. Mereka senang dengan apa yang dilakukan polisi."
Pada Senin 22 Agustus lalu, sejumlah saksi datang ke Senat untuk memberi kesaksian tentang pertumpahan darah karena perang Duterte melawan narkoba.
Para warga itu mengenakan tutup kepala agar tidak dikenali oleh polisi, yang dituduh bertanggungjawab atas pembunuhan di luar hukum terhadap suami-suami dan putra-putra mereka.
Pertanyaan dari Senat menggali pengakuan dari keluarga-keluarga orang yang terbunuh -- kebanyakan terbunuh oleh polisi --dan juga dari para pejabat tinggi.
Duterte berulang kali mengatakan bahwa pembunuhan para tersangka narkoba dapat dibenarkan kalau polisi bertindak untuk membela diri.