Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan rintisan (startup) asal India, GoZoomo, baru saja melakukan sebuah langkah yang tak umum dilakukan oleh perusahaan rintisan pada umumnya.
Perusahaan yang bergerak di bidang penjualan mobil bekas itu memilih mengembalikan uang ke investor dan menutup seluruh kegiatannya.
CEO dan co-Founder GoZoomo Arnav Kumar menyebut keputusan ini dibuat berdasarkan data yang sudah dikumpulkan secara objektif. Karenanya, ketimbang membakar uang lebih banyak milik venture capital, Arnav dan tim memutuskan menutup perusahaannya.
Keputusan itu kontan menarik perhatian investor utama GoZoomo, Saif Partner. Bahkan MD dari Saif Partners Alok Goel menyebut keputusan tersebut dapat menjadi standar baru di ekosistem startup India.
Menurutnya, berbeda dari perusahaan startup lain yang berusaha mendapatkan pembeli ketika bangkrut, GoZoomo melakukan hal berbeda.
Perusahaan yang digarap Arnav bersama teman-temannya itu memiliki sikap dan keputusan dewasa untuk mengembalikan dana investasi yang diterima.
Baca Juga
Advertisement
Awalnya, sama seperti startup lain, GoZoomo hadir dengan misi menyelesaikan masalah di India, terutama mengenai rendahnya kepercayaan masyarakat di sana untuk membeli mobil bekas.
Berbekal dari situ, Arnav lulusan matematika terapan dari IIT Kharagpur dan dua rekannya, Himangshu Jyoti Hazarika dan Aniket Behera memutuskan untuk mengatasi inti masalah kepercayaan tersebut.
Tak seperti portal penjualan mobil lain, perusahaan ini tak membuka sebuah marketplace untuk penjual mobil. Mereka memilih untuk menyeleksi mobil yang nantinya akan dijual dengan transaksi peer-to-peer.
Cara itu ternyata cukup berhasil dan menjadikan mereka percaya pasar mobil bekas di India akan terus bertumbuh. Tak tanggung-tanggung, GoZoomo berhasil mencatat 100 transaksi per bulan hanya dalam waktu tiga bulan.
Keadaan itu bagaikan magnet bagi investor yang tertarik dengan bisnis GoZoomo. Akhirnya, Juli tahun lalu, Saif Partners dan Yuri Milner menggelontorkan pendanaan seri A dengan nilai mencapai US$ 7 juta.
Masalah yang tak kunjung usai
Sejak awal GoZoomo sebagai tempat marketplace end-to-end, bukannya sekadar iklan berbasis atau situs hybrid. Mereka percaya membeli mobil bekas dapat dilakukan semudah membeli buku di Amazon.
Untuk itu, dibutuhkan sebuah standarisasi keadaan yang baku dari seluruh portal penjualan. Hal itu yang sudah diterapkan GoZoomo dalam layanannya. Hasilnya, masalah keluhan yang diterima perusahaan itu sangat kecil kurang dari 0,1 persen.
Pun demikian, satu hal yang tak bisa distandarisasi adalah harga. Meskipun tim GoZoomo sudah menawarkan informasi dan harga yang pantas, tak sedikit calon pembeli akan melirik situs lain apabila memiliki penawaran harga lebih murah, meski tak diketahui kebenaran informasi mobil tersebut.
Kebiasaan tawar menawar juga menjadi batu ganjalan bagi GoZoomo untuk berkembang. Kendati hadir dengan beragam standar yang dipastikan, mulai dari kualitas, harga, dan kemudahan transaksi, kebiasaan pengguna tetap butuh waktu untuk melakukan penyesuaian.
"Hal yang kerap terjadi adalah orang-orang yang melihat mobil akan suka dengan kualitasnya, tapi tak bisa membuat keputusan masalah harga (membelinya)," ujar Arnav seperti dikutip dari laman Tech in Asia, Minggu (28/8/2016).
Di samping itu, India juga merupakan pasar yang relatif muda untuk penjualan mobil. Pembelian mobil menjadi hal yang umum dilakukan warga urban India baru sekitar 15 tahun lalu. Jadi, kebanyakan orang masih menjadi konsumen pertama untuk membeli atau menjual mobil bekas.
Kondisi itu yang kemudian membuat Arnav dan tim memutuskan menutup aktivitas perusahaannya. Dengan persentase pendaftaran dan pembelian mobil bekas yang tak sebanding, lambat laun bisnis GoZoomo pun berjalan dengan susah payah.
Sebenarnya, perusahaan itu mengupayakan berbagai cara untuk melakukan monetisasi. Namun, cara lain terkadang mengharuskan GoZoomo memakai model bisnis berbeda dari yang diusungnya selama ini, yakni peer-to-peer marketplace.
Karenanya, perusahaan itu memilih untuk menutup seluruh aktivitasnya dan menunggu sampai pasar mobil bekas di India menjadi 'dewasa'. Belajar dari pengalaman ini, Arnav pun menuturkan tak akan kembali terjun ke dunia startup untuk sementara waktu.
"Kami belum memastikan hal itu (kembali membuat startup). Kami mungkin akan berkumpul setelah masing-masing 'mengisi diri sendiri'. Jadi, keputusan terbaik adalah untuk pergi sekarang tanpa saling tersakiti," ujarnya.
(Dam/Ysl)
Advertisement