Cemari Lingkungan, 7 Perusahaan Harus Bayar Rp 10 Miliar

Jika perusahaan-perusahaan di Bengkulu pencemar lingkungan tidak membayar denda, proses hukum berlanjut ke ranah pidana.

oleh Yuliardi Hardjo Putro diperbarui 28 Agu 2016, 18:12 WIB
Ilustrasi polusi udara oleh asap pabrik. (Sumber Environmental Protection Agency/EPA)

Liputan6.com, Bengkulu - Sebanyak 10 perusahaan di Bengkulu diduga telah melakukan pencemaran terhadap lingkungan. Limbah buangan perusahaan yang tidak diurus secara serius itu mengakibatkan para pemilik perusahaan harus membayar denda sesebar Rp 10 miliar.

Kepala Bidang Penegakan Hukum Badan Lingkungan Hidup Provinsi Bengkulu Riza Mardiansyah mengatakan, ketujuh perusahaan itu sudah melalaikan kewajibannya yang berjanji akan mengelola limbah buangan dengan baik saat mengajukan izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

"Kita sudah masuk tahap penyidikan dan uji lapangan terhadap limbah buangan yang sangat berbahaya itu. Sanksi denda yang dikenakan berdasarkan jumlah limbah dikalikan satuan metrik kubik dikalikan waktu atau berapa lama pencemaran terjadi. total dari tujuh perusahaan itu mencapai 10 miliar rupiah," kata Riza di Bengkulu, Minggu (28/8/2016).

Ketujuh perusahaan itu adalah perusahaan perkebunan kelapa sawit yang mengelola Tandan Buah Segar (TBS) menjadi minyak mentah (Crude Palm Oil/CPO).

Menurut Riza, temuan tim penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) BLH Provinsi Bengkulu itu sudah dilaporkan kepada pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Bahkan mereka sudah menurunkan tim ahli independen dan segera menggelar persidangan dari beberapa perusahaan yang keberatan dan akan mengajukan bukti pembantah.

"Keputusan sudah diambil pihak kementerian dan mereka wajib melakukan pembayaran kompensasi kerusakan lingkungan itu kepada negara dalam waktu paling lambat tiga bulan hingga akhir September nanti," ujar dia.

Jika pihak perusahaan tidak melakukan pembayaran kompensasi, maka persoalan ini akan bergulir ke ranah hukum pidana. Sebab pelanggaran yang dilakukan sangat mengancam kelestarian lingkungan bahkan mengancam nyawa masyarakat di sekitar lingkungan perusahaan tersebut.

"Ancamannya tentu saja selain operasional perusahaan itu akan dihentikan, juga ada ancaman pidana lain," kata Riza.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya