Rugikan Negara Rp 800 Miliar, Kebijakan Interkoneksi Jadi Masalah

Berpotensi Rugikan Negara Rp800 M, Kebijakan Menkominfo Akan Dilaporkan ke KPK dan BPK

oleh Muhammad Sufyan Abdurrahman diperbarui 28 Agu 2016, 20:21 WIB
​Ketua Federasi Serikat Pekerja BUMN Strategis Wisnu Adhi Wuryanto (kiri) dan Bidang Hubungan Antara Lembaga Sekar Telkom Dasrizal (kanan) di Bandung, Minggu (28/8/2016). (Liputan6.com/ Muhammad Sufyan Abdurrahman)

Liputan6.com, Bandung - Federasi Serikat Pekerja BUMN Strategis berencana melaporkan Kebijakan Menkominfo tentang penurunan tarif interkoneksi dari Rp 285 ke Rp 204.

Kebijakan tersebut akan dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Sebab, seperti dikatakan Ketua Federasi Serikat Pekerja BUMN Strategis Wisnu Adhi Wuryanto, kebijakan tersebut sangat berpotensi menciptakan potensi kerugian negara (potential loss) signifikan yakni sekitar Rp 800 miliar.

Selain pelaporan ke komisi anti rasuah tersebut, pihaknya bersama Serikat Karyawan PT Telkom (Sekar Telkom) juga akan melakukan demo aksi damai pada Selasa (30/8/2016) ke DPR RI dan Bundaran HI dengan menghadirkan sekitar 1.500 anggota Sekar.

Menurut dia, jika kebijakan yang belakangan ini menjadi polemik diterapkan, maka potensi pendapatan dari lini interkoneksi Telkom Group akan berkurang sekitar 26%. Proporsi interkoneksi sendiri mencapai 5% dari total pendapatan.

Berdasarkan hasil rapat dengar pendapat Komisi I DPR dengan CEO operator seluler pada 25 Agustus lalu, pada skema interkoneksi yang baru, cost recovery XL Rp 65,-/menit dan akan untung Rp 139/menit dengan tarif baru.

Indosat memiliki cost recovery Rp 87/menit dan akan untung Rp 117/menit, sedangkan Hutchinson memiliki cost recovery Rp 120/menit dan akan untung Rp 84/menit.

"Hanya Telkomsel sebagai bagian BUMN yang akan dirugikan sebesar Rp 81/menit karena sudah membangun infrastruktur lebih banyak, bahkan ke daerah yang tidak ekonomis. Jika trafik interkoneksi antar operator 10 milyar menit per bulan, maka estimasi kerugian Telkomsel mencapai Rp 800 miliar per bulan,” katanya dalam jumpa pers di Bandung, Minggu (28/8/2016) siang.

Karenanya, penurunan tarif intekoneksi malah hanya akan menguntungkan operator lain yang dikuasai asing dan sangat merugikan negara. Selain karena terjadi potential lost tadi, operator asing juga akan mengalirkan keuntungan ke negara asal investornya.

"Kami di Federasi yang akan melaporkan sambil membawa kajian lengkapnya kepada KPK dan BPK. Agar kebijakan ini dibatalkan karena jelas merugikan Telkom Group yang sudah jelas berani membangun hingga pelosok," katanya.

Eks Ketua Umum Sekar Telkom ini menilai, idealnya Kementerian Kominfo menetapkan tarif tidak sama rata, tetapi konsisten berbasis biaya masing-masing operator. Dengan demikian, tidak ada operator yang dirugikan saat operator lain justru meraih keuntungan.

Ketua Umum Serikat Karyawan Telkom Asep Mulyana menambahkan, kebijakan tarif interkoneksi Menkominfo akan membuat Telkomsel sebagai anak usaha Telkom rugi dua kali. Telkomsel dibayar lebih rendah dari biaya yang seharusnya saat pelanggan Telkomsel dihubungi pelanggan non Telkomsel. Dan, di sisi lain, membayar lebih tinggi dari yang seharusnya saat pelanggan Telkomsel menghubungi.

"Serikat Karyawan Telkom menolak kebijakan tersebut dan mendukung apa yang akan dilakukan Federasi Serikat BUMN Strategis," ujar Asep.

Wisnu melanjutkan, Rencana Menkominfo Rudiantara terkesan mencari popularitas dengan merugikan negara dan menguntungkan operator asing yang beroperasi di Indonesia.

"Saya tegaskan, rencana penurunan tarif interkoneksi tersebut tidak akan menguntungkan konsumen. Sebab, tidak menjamin penurunan tarif ke pelanggan. Dan tidak pernah juga operator asing mau membangun infastruktur di negara kita, yang sudah-sudah tidak pernah, malah managed service (subkon, red) semua!" keluhnya.

(Msu/Ysl)

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya