Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menargetkan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional segera menjadi tuan rumah di negeri sendiri sekaligus masuk dalam jajaran lima besar negara eksportir TPT dunia. Untuk itu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menginisiasi pemetaan kebijakan yang potensial guna mendongkrak ekspor industri TPT nasional.
"Pemerintah menetapkan industri TPT sebagai salah satu sub-sektor pada industri pengolahan yang dikategorikan sebagai industri strategis dan prioritas nasional," ujar Airlangga dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (29/8/2016).
Menurutnya, selain sebagai penghasil devisa negara, industri TPT dinilai sebagai jaring pengaman sosial. Pasalnya industri ini menyerap tenaga kerja yang cukup banyak.
Berdasarkan catatan Kementerian Perindustrian, sektor padat karya tersebut hingga saat ini telah menyerap tenaga kerja sebanyak tiga juta orang dengan nilai investasi mencapai Rp 8,45 triliun. Selain itu, kontribusi cukup signifikan terhadap perolehan devisa dengan nilai ekspor mencapai US$ 12,28 miliar pada 2015 dan menyumbang penyerapan tenaga kerja 10,6 persen dari total tenaga kerja industri manufaktur.
Baca Juga
Advertisement
"Walaupun industri TPT nasional telah terintegrasi dari hulu sampai hilir dan produknya dikenal memiliki kualitas yang baik di pasar internasional, namun saat ini sedang mengalami berbagai tantangan baik yang bersifat internal dan eksternal," kata dia.
Melihat kondisi tersebut, Kementerian Perindustrian bersama pemangku kepentingan terkait menjalin sinergi dalam menetapkan kebijakan khusus dan tepat bagi industri TPT nasional. Sehingga akan memperkuat kemampuan industri yang berbasis ekspor itu untuk bersaing memenuhi permintaan pasar global.
"Terdapat beberapa insentif yang dinilai paling berpotensi mendongkrak nilai ekspor industri TPT, antara lain yaitu pembebasan pajak pertambahan nilai bagi bahan baku industri TPT yang berorientasi ekspor dan kebijakan harga gas yang berskala keekonomian," ungkap dia.
Selain itu, lanjut Airlangga, dengan pembebasan pajak pertambahan nilai bertujuan membuat produsen tekstil dan pakaian jadi beralih dari bahan baku impor ke bahan baku produksi dalam negeri. Sedangkan, gas dengan harga yang murah dapat mengurangi beban pengusaha dalam pengeluaran biaya energi karena tarif listrik yang cukup mahal.
Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka (IKTA) Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono optimistis, kinerja industri TPT akan gemilang seiring pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun ini yang berpotensi terus membaik. Pertumbuhan industri ini diperkirakan mencapai 5,2 persen-5,6 persen (year-on-year) atau lebih tinggi dari pertumbuhan pada 2015 sebesar 4,79 persen.
“Hal ini terutama didorong oleh akselerasi stimulus fiskal dan non fiskal melalui beberapa paket kebijakan ekonomi yang diterbitkan pemerintah," kata Sigit.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengatakan, pemerintah perlu segera menetapkan kebijakan harga gas yang kompetitif untuk industri TPT nasional agar mampu berdaya saing di pasar global. “Kami harapkan setidaknya harga gas sekitar US$ 7 per MMBtu, karena kebutuhan energi gas bagi industri ini di atas 25 persen,” ungkap dia.
Ade juga meminta kepada pemerintah untuk mempercepat implementasi perjanjian perdagangan bebas atau free trade agreement (FTA) antara Indonesia dengan Uni Eropa melalui skema kerja sama ekonomi komprehensif atau comprehensive economic partnership agreement (CEPA).
“Hal ini untuk mendongkrak kinerja dan ekspor industri TPT nasional, bahkan dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja kita,” tandas Ade. (Dny/Gdn)