Liputan6.com, Jakarta Entah apa yang ada di kepala Usmar Ismail bila ia dipertemukan dengan Nunung, Nana, dan Nenny yang hidup di abad 21 versi sutradara Nia Dinata.
Nenny yang usil kini lebih sering beradu bibir dengan seorang pria ganteng dibanding menggoda sang nenek. Nana yang centil kini tak hanya jadi bintang pesta, tapi juga mampu menjadi pengelola hotel yang profesional.
Sementara Nunung yang biasa berkemben, tetap galak dan pintar masak. Bedanya, Nunung tak lagi mendekam di dapur rumah, tapi dapur hotel keluarganya.
Ya, tiga karakter ikonis dari film Tiga Dara karya Bapak Perfilman Nasional ini kembali dihidupkan dalam Ini Kisah Tiga Dara, film drama musikal terbaru Nia Dinata.
Baca Juga
Advertisement
Akar ceritanya tetap sama. Soal Gendhis (Shanty Pardedes), anak pertama yang didorong-dorong oleh sang Oma (Titiek Puspa) untuk cepat menikah. Sayang, Gendhis lebih suka merajang bawang ketimbang beramah tamah dengan lelaki. Ini berbanding terbalik dengan Ella (Tara Basro) si anak tengah yang kelihatan begitu menikmati kebersamaannya dengan para lelaki.
Hingga satu hari, datanglah seorang pria bernama Yudha Palle (Rio Dewanto) menabrak Gendhis yang tengah berbelanja ikan di pasar. Ternyata, pria yang dimarahi oleh Gendhis ini adalah tamu di hotel mereka, yang langsung ditaksir Ella. Sementara Oma, langsung melihat kesempatan untuk menjodohkan cucu pertamanya dengan Yudha.
Sementara si anak bungsu, Bebe (Tatyana Akman), sibuk berasyik masyuk dengan kekasihnya, Erick (Richaer Kyle). Tingkah yang membuat sang Oma sesak napas saat melihatnya.
Film Tiga Dara yang menjadi basis cerita film Nia Dinata ini memang tak lekang dimakan zaman. Persoalan anak gadis yang dituntut untuk segera diikat dalam sebuah lembaga pernikahan, tampaknya memang tetap relevan hingga sekarang. Namun, Nia Dinata memberikan sedikit pelintiran menyegarkan di sana-sini dalam filmnya.
Yang pertama, jelas terlihat bahwa feminisme memiliki tempat dalam Ini Kisah Tiga Dara. Tiga kakak beradik ini aktif mencari nafkah, tak hanya berkutat di rumah. Bahkan dapur, satu area yang kerap dianggap sebagai simbol "kurungan" wanita di ranah domestik, diubah menjadi alat bagi perempuan untuk menggerakkan roda ekonomi secara mandiri.
Mengingat Ini Kisah Tiga Dara berlatar masa sekarang, tak heran bahwa film ini lantas terasa begitu kekinian. Dengan kata lain, begitu pas untuk para generasi milenial, begitu kata Oma. Lihat saja bagaimana gaya bicara gado-gado Inggris-Indonesia para karakternya—yang memang terasa cukup mengalir, walau mungkin akan membuat sebal sebagian orang—hingga gaya pacaran Bebe yang permisif.
Hal lain yang terasa dari film ini, adalah latar Maumere yang masih terasa nanggung dalam film. Memang, Nia telah mencoba memasukkan satu sequence tentang Pasar Geliting dan Gereja Sikka di Maumere. Namun, Ini Kisah Tiga Dara lebih terasa memindahkan masalah dan drama dari kota besar ke wilayah pedalaman yang eksotis.
Sementara itu, lagu-lagu dalam Ini Kisah Tiga Dara, memiliki lirik yang terasa lebih lugas bila dibandingkan dengan film pendahulunya. Namun justru lirik-lirik manis dan puitis “Senandung Lagu Lama” dan “Tiga Dara” yang kembali muncul dalam film ini, tampil paling kuat di sepanjang film.
Satu hal yang paling menyenangkan saat menonton Ini Kisah Tiga Dara, adalah ikatan antara Shanty-Tara Basro-Tatyana Akman yang terasa bersenyawa dengan begitu alami. Namun bintang dalam film ini, adalah sang Oma yang kolot dan lincah, Titiek Puspa. Porsi drama, komedi, dan romansa dalam film ini pun berpadu dengan baik.
Ini Kisah Tiga Dara, akan mulai diputar pada 1 September mendatang di bioskop-bioskop Indonesia.