Liputan6.com, Bandung - Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir berjanji, akan mempermudah inovator melakukan riset dengan memperbaiki sejumlah aturan yang selama ini dianggap berbenturan dengan aturan lainnya.
Sebelumnya, kata Nasir, beberapa peraturan selalu terbentur dengan regulasi dari kementerian lain, sehingga membebani dan menyulitkan para peneliti melakukan riset.
"Regulasi kami sedang melakukan perbaikan, di antaranya adalah terhadap PP yang sebelumnya mengatur pendidikan tinggi begitu ketat, sekarang kami longgarkan. Sudah keluar yaitu PP Nomor 26 Tahun 2015, yang dulu memperbaiki PP 52 Tahun 2013," kata Nasir di Kampus ITB, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (29/8/2016).
Menurut Nasir, banyak peneliti yang berhasil menciptakan inovasi-inovasi canggih, namun enggan mempatenkan produknya karena dikenakan biaya pemeliharaan.
"Biaya pemeliharaan paten di mana biaya itu menyebabkan para peneliti enggan memiliki paten, sementara kita banyak inventor dan inovator yang bagus. Sekarang sudah keluar UU tentang paten yaitu tidak perlunya biaya pemeliharaan lagi, sampai 5 tahun," ungkap Nasir.
Nasir menilai, beberapa peraturan di masa lalu telah menghambat bahkan tidak adil untuk para peneliti. Bahkan dari royalti yang dihasilkan, kata dia, tidak mendukung kemajuan riset para peneliti.
"Nah royalti itu kalau dulu pegawai negeri yang melakukan penelitian, itu harus dimasukkan ke pendapatan negara bukan pajak. Dalam hal ini menurut saya enggak adil, enggak sesuai untuk riset yang didorong menjadi lebih baik. Royalti ini yang harus kami serahkan ke penelitinya itu 40 persen, 60 kepada institusi," jelas dia.
Selain itu, ujar Nasir, institusi punya kewajiban untuk menyediakan infrastruktur pra sarana dan laboratorium.
"Contohnya gini, dikembangkan oleh ITB ini sangat hebat, oleh karena itu saya mendorong ITB ke depan dengan regulasi yang sudah baik, harapan saya ITB menjadi lebih baik," ujar Menristekdikti Nasir.
Energi & Tambang