Liputan6.com, Jakarta- Dewasa ini kita semakin sering disajikan informasi terkait penindasan atau yang kerap kita dengar dengan istilah bullying, pada anak kecil dan juga remaja. Kasus bullying tidak hanya marak di negara Barat saja, contohnya, Amerika Serikat. Namun juga sudah menjadi peristiwa umum yang mana jumlah laporan kasusnya sekaligus tingkat kekerasannya semakin membuat para orangtua dan juga otoritas cemas dan ketar-ketir.
Baca Juga
Advertisement
Pemerintah Indonesia tentunya tidak tinggal diam melihat peningkatan drastis pada jumlah laporan terkait kasus bullying. Sejumlah peraturan baru kini telah diterapkan untuk mengajarkan semua anak dan remaja agar tidak terlibat dalam kasus bullying, baik sebagai pelaku maupun korban.
Meski peran pemerintah begitu besar dan banyak dari kasus akhirnya terselesaikan sebelum menjadi terlalu parah, tidak bisa dipungkiri bahwa mereka yang dulu sudah pernah menjadi korban cenderung terganggu mentalnya saat mereka dewasa nanti.
Ini dibuktikan oleh sejumlah ilmuwan asal Finlandia melalui hasil riset mereka yang bertujuan untuk menganalisis kejiwaan sebanyak 5.000 pasien dari usia 16 hingga 29 tahun, setelah sempat tercatat menjadi korban kasus penindasan atau bullying ketika masih kecil.
Seperti dilansir dari Live Science, Senin (29/8/2016), data pasien diambil dari sejumlah rumah sakit yang tersebar di negara tersebut. Riset mereka mengungkap, mereka yang pernah dan sering menjadi korban bullying saat umur delapan tahun lebih rentan terserang gangguan kejiwaan saat mereka dewasa.
Riset tersebut juga mengungkap fakta bahwa gangguan jiwa pada sebagian besar dari 5000 korban bullying ini dinilai cukup akut sehingga banyak dari mereka membutuhkan perawatan medis sekaligus pelatihan mental khusus dalam upaya penyembuhannya.Selain itu, mereka yang ditindas saat usia 8 tahun juga sangat rentan terserang depresi ketika proses beranjak dewasa.