Liputan6.com, Jakarta - Sekitar 1.500 anggota Serikat Karyawan (Sekar) Telkom hari ini berdemo ke Gedung DPR RI. Demo ini dilakukan untuk mendesak pembatalan penerapan Surat Edaran No.115/M.Kominfo/PI.0204.08/2016 tentang perubahan tarif interkoneksi per 1 September 2016.
Asep Mulyana, Ketua Umum Sekar Telkom mengatakan, demo menghadirkan berbagai perwakilan dari tujuh kantor wilayah Telkom (WiTel) se-Indonesia.
Tadinya jumlah pendemo dipastikan bertambah seiring dengan tingkat atensi dan urgensi karyawan BUMN tersebut. Akan tetapi, izin dari Polda Metro Jaya membatasi demonstran sejumlah 1.500 orang tersebut.
Baca Juga
Advertisement
Kami tadi berdemo di depan DPR dan meminta audiensi dengan Ketua Komisi I DPR RI Bidang Informasi dan Pertahanan. Ketua berhalangan, sehingga kami serahkan surat aspirasi kepada Kepala Sekretariat Komisi I DPR RI," katanya kepada tim Tekno Liputan6.com melalui pesan instan, Kamis (30/08/2016) sore.
Tak mendapatkan kesempatan audiensi tadi siang, demo pun dialihkan ke Kantor Kementerian Komunikasi Informatika di Jl. Medan Merdeka Barat. Demo sendiri diawali dengan berkumpul di Graha Merah Putih Telkom di Jl Gatot Subroto untuk kemudian mendatangi kantor dewan.
Asep melanjutkan, demo hari ini memiliki dua poin utama. Pertama, mendesak DPR meminta Kementrian Komunikasi Informatika untuk tidak memberlakukan perubahan tarif seperti direncanakan Surat Edaran No.115/M.Kominfo/PI.0204.08/2016 hingga dilakukan perhitungan yang transparan dan adil bagi PT Telkom.
Kedua, meminta DPR agar meminta Kementrian Komunikasi Informatika tidak memberlakukan revisi Peraturan Pemerintah No 52 dan 53 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi hingga selesainya pembahasan perubahan UU No 36/1999 tentang Telekomunikasi di DPR.
"Kedua peraturan tersebut berlawanan dengan spirit Nawacita Presiden Jokowi, karena terkesan memberikan fasilitas berlebihan kepada operator asing, yang jelas-jelas malas ikut membangun infrastruktur di tanah air!" tegasnya.
Demo tersebut juga didukung oleh Federasi Serikat Pekerja BUMN Strategis, yang menilai kemunduran Nawacita karena alih-alih merealisasikan janji politik buy back PT Indosat, peraturan sekarang berpotensi merugikan Telkomsel hingga Rp 800 miliar per bulan.
"Terlebih prosesnya tidak transparan dan belum disepakati semua operator telekomunikasi secara tertulis. Surat Edaran juga tidak melakukan proses menerima masukan dari masyarakat, sehingga harus batal demi hukum," ujar Ketua Federasi Serikat Pekerja BUMN Strategis,Wisnu Adhi Wuryanto.
(Msu/Ysl)