Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) menegaskan, pemberian cuti bersalin tidak boleh melebihi dari waktu 3 bulan. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1976 tentang Cuti Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Kepala Biro Hukum, Komunikasi, dan Informasi Publik Kementerian PAN-RB Herman Suryatman menerangkan, pada dasarnya, kebijakan yang diterbitkan pemerintah daerah tak boleh melampaui ketentuan yang lebih tinggi.
Advertisement
"Di Undang-Undang nggak detail soal Aparatur Sipil Negara (ASN), kan itu makro. Detailnya di PP, PP harus dicek dulu," kata Herman kepada Liputan6.com, Jakarta, Rabu (31/8/2016).
Herman mengatakan, peraturan pemerintah daerah mengenai cuti bersalin seharusnya tak bertentangan dengan PP yang dimaksud. Jika bertentangan, maka peraturan yang diterbitkan mesti dicabut.
"Kalau itu lebih lama harus dicabut," ucap Herman.
Pada PP Nomor 24 Tahun 1976, Pasal 19 ayat 1 disebutkan, untuk persalinan pertama, kedua, dan ketiga, PNS wanita berhak atas cuti bersalin. Di ayat ke 2, untuk persalinan anak keempat dan seterusnya, PNS diberikan cuti di luar tanggungan negara.
"Lamanya cuti-cuti bersalin tersebut dalam ayat (1) dan (2) kepada PNS adalah 1 (satu) bulan sebelum dan 2 (dua) bulan sesudah persalinan," tulis PP tersebut.
Sementara, Pemerintah Aceh menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 49 Tahun 2016 tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif. Peraturan yang ditandatangani Gubernur Aceh Zaini Abdullah ini berisi ketentuan cuti hamil dan melahirkan di lingkup Pemerintahan Aceh.
Baik PNS maupun honorer perempuan diberikan cuti 20 hari sebelum melahirkan. Sedangkan cuti melahirkan diberi waktu enam bulan untuk ASI Eksklusif.
"Sebagaimana kita ketahui, air susu ibu memberikan asupan gizi yang sangat penting bagi masa-masa awal pertumbuhan anak, serta sangat menentukan perkembangan anak ke depan," ucap Zaini.