Liputan6.com, Jakarta Seorang mahasiswa asal Amerika Serikat (AS) yang dinyatakan hilang dan diduga tewas di China pada 2004, David Sneddon, dikabarkan masih hidup. Menurut laporan ia diculik dan dibawa ke Korea Utara (Korut) untuk menjadi guru pribadi Kim Jong-un.
Dikutip dari Daily Mail, Jumat (2/9/2016) Sneddon yang merupakan mahasiswa di Brigham Young University dilaporkan menghilang di Provinsi Yunnan saat usianya 24 tahun. Kepolisian setempat menduga pemuda itu hilang dalam sebuah kecelakaan saat melakukan pendakian.
Advertisement
Namun faktanya, menurut Choi Sung-yo, Kepala Korban Penculikan Korea Selatan (Family Union), Sneddon sengaja diculik untuk dijadikan guru bahasa Inggris bagi Kim Jong-un.
Sneddon disebut tinggal di ibu kota Korut, Pyongyang, bersama seorang istri dan dua anaknya. Selain menjadi guru bagi pemimpin tertinggi negara itu, ia juga mengajar bahasa Inggris kepada anak-anak.
Munculnya kabar terkait Sneddon ini memang sangat mengejutkan. Namun ini dianggap dapat membantu pihak keluarga, terutama orangtuanya, Roy dan Kathleen. Sejak awal, keduanya meragukan penyebab hilangnya putra mereka.
"Dalam hati kami mengetahui ia masih hidup, jadi kami harus terus berjuang," ujar Kathleen.
Kecurigaan mereka didasarkan pada kenyataan bahwa tubuh Sneddon tidak pernah ditemukan setelah mereka ia dilaporkan meninggal dunia di Tiger Leaping Gorge, sebuah ngarai di Sungai Jinsha, Yunnan.
Kawasan tersebut sangat populer di kalangan turis dan juga merupakan salah satu pemberhentian kereta bawah tanah dari Korut ke Asia Tenggara.
Pria AS itu terakhir kali terlihat pada 14 Agustus 2004 lalu di mana ia meninggalkan sebuah restoran Korea di Shangri-La, sebuah kota di dekat Tiger Leaping Gorge.
Dan setelah tak muncul di Bandara Seoul, Korea Selatan (Korsel), untuk bertemu dengan kakak laki-lakinya pada 26 Agustus 2004, Sneddon pun dilaporkan hilang.
Sneddon lancar bahasa Korea
Orangtua Sneddon meyakini putra mereka diincar karena kefasihannya dalam bahasa Korea. Pria itu memang kerap menggunakan bahasa Korea dalam misi Mormon di Korsel.
"Kami awalnya berpikir bahwa China-lah yang telah 'menjemput' David, menduga ia terlibat dalam kereta bawah tanah karena mantan rekannya mengajar di sebuah keluarga Korut di Beijing," kata sang ayah, Roy.
Roy dan anak laki-lakinya pun pergi ke Yunnan di mana mereka memasang poster dan membagikan selebaran yang memuat foto Sneddon. Ini sebagai upaya agar China mengembalikan anggota keluarga mereka.
"Kami berharap mereka (China) mengatakan bahwa telah terjadi kesalahan (atas hilangnya Sneddon)," kata Roy.
Namun sekitar 2011, ia dihubungi oleh seorang pria Chuck Downs dan Komite untuk HAM di Korut yang mengabarkan bahwa Sneddon hilang setelah ia bertemu dengan seorang teman.
Lantas Downs pun mengundang Roy dan Kathleen untuk bertemu dengan sekelompok orang yang sebelumnya pernah diculik Korut. Dengan harapan bahwa keduanya mendapat petunjuk atas keberadaan Sneddon.
"Kami sampaikan kami akan menempuh cara kami sendiri karena kami tidak ingin 'dimanfaatkan' oleh Jepang," ungkap pria itu.
Kemunculan mereka di Voice of America perlahan demi perlahan menguak tabir keberadaan sang putra. Mereka mendapat sejumlah panggilan telepon yang "sangat mengejutkan".
"Saya menerima telepon dari seorang warga negara AS yang tinggal di dekat Seoul. Dia mengatakan istrinya adalah seorang pembelot, jadi ia memiliki akses dengan komunitas orang yang melarikan diri dari Korut. Mereka memberi tahu ada seseorang yang sangat sesuai dengan deskripsi Sneddon dan dia mengajar bahasa Inggris di Pyongyang," jelas Roy.
Dan saat ini baik Roy maupun Kathleen merasa benar-benar optimistis. Meski demikian, mereka sangat berhati-hati atas informasi yang belum dapat dikonfirmasi langsung.
Orangtua Sneddon pun kini tengah berjuang mendesak pemerintah AS terlibat dalam pencarian putra mereka. Upaya Roy dan Kathleen pun membuahkan hasil menyusul adanya pernyataan Kementerian Luar Negeri AS yang mengumumkan akan melakukan pencarian aktif terhadap keberadaan Sneddon di Korut.