Liputan6.com, Jakarta - Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) menilai upaya impor daging sapi dan kerbau beku hanyalah sebuah bentuk kepanikan pemerintah karena khawatirn harga daging sapi akan melonjak. Padahal menurut para pedagang sebenarnya langkah impor ini tak terlalu berdampak signifikan untuk menurunkan harga daging segar di pasar.
Ketua Umum DPP IKAPPI Abdullah Mansuri mengungkapkan, harga daging sapi segar saat ini masih bergerak stabil Rp 120 ribu per Kilogram (kg). Ia melihat jelang Idul Adha biasanya harga daging memang naik tetapi angkanya tidak terlalu tinggi.
"Pada H-5 Idul Adha trennya akan ada kenaikan harga daging sapi, tapi tidak signifikan, kurang dari 10 persen. Kalaupun naik, harga daging sapi paling Rp 123 ribu-Rp 125 ribu per Kg, jadi seharusnya tidak perlu panik impor daging banyak," katanya saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Minggu (4/9/2016).
Baca Juga
Advertisement
Mansuri berpendapat, pemerintah panik bahwa stok daging akan berkurang drastis di pasar dan harga akan membumbung tinggi jika tidak ditambah pasokan. Sehingga pemerintah jor-joran mendatangkan daging sapi dan kerbau dari luar negeri untuk mengantisipasi permintaan saat Idul Adha.
"Karena Presiden minta harga daging harus Rp 80 ribu per Kg, pemerintah cari cara untuk menekan harga, salah satunya dengan impor daging kerbau lah, daging sapi, jeroan, yang semua tidak ada manfaatnya untuk menurunkan harga," jelasnya.
Menurutnya, impor daging sapi dan kerbau tidak akan berdampak apapun terhadap harga apabila pedagang tidak dapat menjualnya dan masyarakat enggan membelinya. Konsumen, sambung Mansuri, membutuhkan daging sapi segar, bukan beku.
"Pedagang juga tidak mau memaksakan diri menjual daging sapi beku dan daging kerbau kalau konsumennya tidak mau beli. Memang pedagang mau rugi? Atau pemerintah mau kasih subsidi? Tidak kan," tegas Mansuri.
Ia menyarankan, supaya pemerintah fokus untuk meningkatkan produksi sapi di dalam negeri, termasuk produktivitas peternak lokal sehingga Indonesia dapat mencapai swasembada daging. Langkah itu antara lain, memberdayakan peternak lokal, memberikan subsidi ke peternak lokal, mengembangkan bibit sapi, dan cara lainnya.
Lebih jauh katanya, pemerintah perlu melakukan pemetaan wilayah untuk peternakan di dalam negeri, karena konsumsi atau kebutuhan daging sapi terbesar di wilayah Jabodetabek, Banten, dan sekitarnya.
"Daripada buang-buang uang untuk impor daging, lebih baik fokus produksi di dalam negeri. Karena kalau tidak efektif impor percuma, bukannya untung malah buntung," kata Mansuri. (Fik/Gdn)