Liputan6.com, Bali - Taman Nasional Bali Barat menjadi surga bagi bird watcher atau para pencinta burung. Dengan ketinggian di atas 40 meter dari permukaan tanah, Bali Tower dengan mudah menangkap gerak gerik burung. Dan jalak bali, tujuan kami, mulai terlihat.
Taman Nasional Bali Barat merupakan hutan ideal dan habitat asli jalak bali. Hutan musiman, savana, dan hutan bakau dengan sumber pakan melimpah.
Advertisement
Sebuah data di Taman Nasional Bali Barat tahun 2005 menunjukkan tinggal tiga ekor jalak bali saja yang hidup di alam. Data ini memaksa upaya-upaya konservasi terus dilakukan. Salah satunya dengan pelepasliaran burung jalak bali sitaan dari warga.
Pelan namun pasti, jalak bali mulai bertumbuh populasinya di alam. Namun proses monitoring tetap harus dilakukan. Untuk itulah dipasang nestbox atau sarang buatan di beberapa titik.
Tujuannya untuk membantu jalak bali yang telah dilepasliarkan agar bisa bersarang dan berkembang biak dengan aman. Hingga nantinya secara perlahan bisa membentuk sarang alami yang baru.
Meski upaya konservasi telah dilakukan, namun ancaman masih membayangi. Di antaranya perburuan ilegal dan hilangnya habitat akibat deforestasi atau penggundulan hutan.
Belum lagi ancaman predator seperti tupai, biawak, elang atau ular. Ditambah, ketergantungan dengan satwa lain dan letak sarang yang terbuka sehingga mudah dicuri telurnya oleh para pemangsa.
Tapi kini, perlahan tapi pasti, populasi jalak bali terus bertumbuh. Ini menjadi harapan baru agar jalak bali lepas dari kepunahan. Sejak pelepasliaran tahun 2006 hingga terakhir 2014, populasi jalak bali di alam terus meningkat.
Salah satu cara meningkatkan populasi jalak bali, satunya satunya dengan mengembangbiakkan jalak bali dalam penangkaran. Warga desa penyangga Taman Nasional Bali Barat tak kalah penting dalam upaya penangkaran ini.
Sebuah sinergi harmonis antara Taman Nasional Bali Barat, pemerintah daerah, masyarakat dan Asosiasi Penangkar Curik Bali. Manug Jegeg, salah satunya.
Berbekal surat izin penangkar dari Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam ( BKSDA) Bali, kelompok penangkar burung di Desa Sumber Klampok, Bali ini berhasil mengembangbiakkan jalak bali.
Setiap hasil pengembangbiakan diberi sertifikat dari BKSDA. Hal ini berguna untuk mencegah perdagangan ilegal.
Desa Jimbung pun kini dikenal sebagai sentra penghasil jalak. Peluang mengembangbiakkan jalak bali semakin terbuka sejak pemerintah melegalkan upaya pengembangbiakan jalak bali dalam penangkaran. Dan warga Desa Jimbung menangkap ini sebagai sebuah peluang.
Sejak memulai usaha jalak suren yang menjanjikan, warga yang dikenal dengan Desa Jalak itu pelan-pelan ikut melestarikan jalak putih dan jalak bali. Ribuan jalak bali telah dihasilkan sejak tujuh tahun lalu.
Pelestarian nyatanya sebanding lurus dengan kesejahteraan pelestarinya. Sepasang jalak bali indukan beserta surat izin dan sertifikatnya dihargai Rp 12 juta. Sedang untuk anakan hingga remaja Rp 4 juta hingga Rp 6 juta.
Permintaan jalak bali sebagai hewan peliharaan yang legal kini terpenuhi. Konservasi pada akhirnya memberi harap, jalak bali tetap lestari.
Keberadaan penangkaran terbukti memberi banyak manfaat. Yaitu menekan perburuan ilegal, mengurangi pasar gelap jalak bali, dapat memenuhi permintaan jalak bali sebagai hewan peliharaan yang legal, dan tentunya pelestarian.
Kesadaran masyarakat, aturan hukum dan sistem monitoring jangka panjang menjadi keniscayaan burung jalak selamat dari kepunahan.Upaya konservasi dari penangkar, yaitu dengan melepasliarkan 10 persen yang dihasilkan, tentu dapat model penanganan satwa terancam punah lainnya.
Hadirnya jalak bali di alam membuat keseimbangan alam di hutan akan kembali. Sehingga rantai ekosistem pun tetap terjaga.
Bagaimana upaya penangkaran jalak bali ini dapat berhasil? Saksikan selengkapnya dalam tayangan Potret SCTV, Minggu (4/9/2016), di bawah ini: