Pernah Lolos Uji Kapolri di DPR, BG Bakal Mulus Jadi Kepala BIN

Komjen Budi Gunawan akan menjalani fit and proper test atau uji kelayakan menjadi Kepala BIN di DPR.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 05 Sep 2016, 10:35 WIB
Wakapolri Komjen Pol Budi Gunawan di Mabes Polri Jakarta, Selasa (29/12/2015). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo mengatakan, Komjen Budi Gunawan (BG) akan menjalani fit and proper test atau uji kelayakan menjadi Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) pada Rabu 7 September 2016. Pria yang karib disapa Bamsoet ini menuturkan bagi Komisi III DPR, sosok BG tidaklah asing.

"Selain lebih dari 10 tahun menjadi mitra Komisi III sebagai salah satu pimpinan Polri, BG juga pernah lolos dengan mulus saat fit and proper sebagai calon Kapolri di Komisi III hingga paripurna," ungkap Bamsoet di Jakarta, Senin (5/9/2016).

Dia yakin kalau fit and proper test yang akan dijalani oleh Wakapolri itu kelak mulus. Sebagai jenderal polisi bintang tiga dan orang nomor dua di Polri, BG tentu sangat paham tantangan yang bakal dihadapi BIN ke depan dan akan dibawa ke mana institusi indera presiden tersebut.

"Seperti diketahui penetrasi jaringan teroris, sindikat narkotika, korupsi, dan pasar gelap menjadi tantangan terkini yang dihadapi Indonesia. Semua kecenderungan itu harus disikapi dengan respons tegas dan lugas demi terjaganya ketahanan nasional," ujar dia.

"Dan BG diyakini mampu melakukan penguatan intelijen nasional dari waktu ke waktu. Dan itu menjadi pilihan tak yang terelakan. Inilah garis besar permasalahan yang dihadapi dan harus dikerjakan oleh BG sebagai pimpinan BIN," sambung Bamsoet.

Politikus Partai Golkar ini menjelaskan, sudah begitu sering intelijen negara dipersalahkan dan dituding kecolongan. Dalam persepsi kebanyakan masyarakat awam, sejumlah peristiwa atau kasus seperti serangan teroris, penyelundupan narkoba, penyelundupan produk manufaktur dan senjata api hingga praktik korupsi, seharusnya bisa ditangkal jika intelijen negara bekerja efektif.

"Hingga kini, masyarakat masih berasumsi bahwa kerja intelijen negara belum cukup efektif," ucap dia.

Akibatnya, lanjut Bamsoet, Indonesia terus menghadapi persoalan ancaman terorisme, maraknya penyelundupan narkoba, korupsi yang tak kunjung menurun hingga terbentuknya pasar gelap untuk ragam penyelundupan produk manufaktur, termasuk pasar gelap yang memperdagangkan senjata api (senpi).

"Percobaan serangan bom bunuh diri pada sebuah rumah ibadah di Medan, Sumatera Utara, Minggu 28 Agustus lalu, menjadi penanda masih tingginya aktivitas sel-sel teroris di dalam negeri. Pada kasus serangan di Medan, muncul indikasi bahwa kelompok teroris Sumatera berafiliasi dengan ISIS," papar Bamsoet.

"Sebab, pola dan target serangan sama dengan serangan serupa oleh jaringan ISIS pada sebuah rumah ibadah di Nomardy, Perancis, Juli 2016. Pada kasus ini, intelijen negara lagi-lagi dituding kecolongan," imbuh dia.

Bamsoet menambahkan, kalau kelemahan intelijen negara pun terlihat sangat mencolok pada keberhasilan sindikat narkotika, lokal maupun internasional, melakukan penetrasi dengan membentuk sel-sel mereka dalam tubuh birokrasi negara.

"Gambaran umum tentang keberhasilan penetrasi sindikat narkoba itu tercermin pada sejumlah hasil tangkapan petugas Badan Narkotika Nasional (BNN) termasuk muatan kisah yang dituturkan gembong narkoba, almarhum Freddy Budiman," Bamsoet memungkas.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya