Liputan6.com, Jakarta - Kontribusi tambahan sebesar 15 persen yang diminta Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) membuat pembahasan raperda tentang reklamasi di DPRD mandeg. Ahok bersikukuh ada kontribusi tambahan 15 persen dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
Namun, pihak Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPRD DKI berkali-kali menolaknya. Mereka bahkan berusaha melobi Ahok dengan mengajukan draf yang berbeda.
Advertisement
"Draf pemda dan balegda beda. Yang dibahas balegda tidak ada kontribusi tambahan," kata Ahok saat bersaksi dalam kasus suap reklamasi dengan terdakwa Mohamad Sanusi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (5/9/2016).
Draf ini pun ditolaknya mentah-mentah. Sebab, ada potensi korupsi di dalamnya. Dia tidak mau mengambil risiko.
Dia pun mengusulkan untuk memakai pergub dalam memuluskan kontribusi tambahan. Hal itupun ditolak balegda. Mereka malah mengajukan draf baru di mana kontribusi tambahan tetap menggunakan angka 5 persen, sesuai aturan Bapennas.
Ahok pun bertanya dari siapa Tuti mendapat draf tersebut. "Dari Pak Taufik (Ketua Balegda DPRD DKI) jawabnya," ungkap Ahok.
"Saya tidak setuju. Saya bilang ke mereka, kalau ada yang setuju, saya pecat," lanjut Ahok.
Beberapa lama setelah itu, Kepala Bappeda DKI Tuti Kusumawati kembali melapor ke Ahok dengan membawa draf baru raperda reklamasi Jakarta.
Pada draf itu, balegda mengusulkan komposisi yang mirip tukar guling. Ahok pun marah. Draf tersebut menyebut kontribusi tambahan 15 persen diambil dari 5 persen.
"Saya bilang rugi 20 persen dong. Bukan hanya hilang lahan, kontribusi dan kontribusi tambahan hilang, dari situ terjadi deadlock pembahasan," Ahok menjelaskan.
"Saya bilang, gila! Ini pidana korupsi," Ahok menegaskan.