Partai CDU Kalah dalam Pemilu, Posisi Kanselir Jerman 'Goyah'?

Kekalahan partai pengusung Angela Merkel dalam pemilu awal dinilai menjadi akhir dari popularitas kanselir perempuan pertama Jerman itu.

oleh Alexander Lumbantobing diperbarui 07 Sep 2016, 19:00 WIB
Kekalahan partai CDU pendukung Angela Merkel di wilayah asalnya sendiri jangan diartikan sebagai akhir kekuasaan Merkel. (Sumber russian-insider.com)

Liputan6.com, Berlin - Media massa Jerman memuat sejumlah ulasan yang menyebutkan popularitas Kanselir Angela Merkel meredup. Ia bahkan dikabarkan 'terhempas' dari kursi orang nomor satu di negara itu.

Pemberitaan tersebut muncul setelah partai pengusung Merkel, Unit Kristen Demokrat (CDU) kalah dalam pemilu lokal di bagian timur negara itu.

Frankfurter Allgemeine Zeitung menuliskan dalam laporannya, 'kekuasaan Merkel kolaps'. Sementara Spiegel Online menulis, 'Merkel telat melewati masa puncaknya'.

Dikutip dari The Local, Rabu (7/9/2016) pada pemilu awal yang berlangsung 4 September lalu, CDU kalah dari partai sayap kanan, Altervanive for Germany (AfD).

Meski demikian, pemilu nasional untuk memilih pemimpin negara itu masih akan berlangsung satu tahun ke depan. Menurut para analis, sejauh ini belum ada yang mampu menyaingi Merkel.

Kanselir perempuan pertama Jerman itu berkuasa sejak 2005. Pada awal tahun lalu ia pernah meraih dukungan hingga mencapai 75 persen.

Bertahun-tahun menduduki kursi orang pertama di Jerman, ia tergolong pemimpin yang dicintai rakyatnya. Namun semua itu berubah seiring dengan kebijakan pintu terbuka yang memungkinkan pengungsi membanjiri negara itu.

Sontak, hal tersebut membuat popularitasnya menurun drastis.

Bild am Sonntag merilis hasil survei yang menunjukkan, hanya 44 persen warga Jerman yang menginginkan Merkel maju keempat kalinya sebagai pemimpin negara itu.

Rekan koalisi CDU, Uni Kristen Sosial (CSU) menyampaikan kekhawatiran mereka terkait menurunnya popularitas Merkel.

"Situasinya merupakan ancaman serius bagi Union," ujar Ketua CSU, Horst Seehofer.

"Rakyat merasa tidak lagi mengerti dengan proses pembuatan kebijakan di Jerman. Mereka merasa tidak dilibatkan," imbuhnya kepada Sueddeutsche Zeitung.

Sementara itu rekan koalisi lainnya, Partai Demokratik Sosial (SPD), Sigmar Gabriel juga kecewa dengan kondisi tersebut. Ia menuding Merkel kerap melontarkan omong kosong.

Ilustrasi kamp pengungsi di Jerman. Seorang turis China yang kehilangan dompetnya secara tidak sengaja malah membubuhkan tanda tangan pada formulir untuk pengungsi. (Sumber Kai Pfaffenbach/Reuters)


Teka-teki Pesaing Merkel

Namun di luar semua kebisingan itu, hingga sejauh ini tak ada seorang pun kandidat yang dapat menjadi alternatif pengganti Merkel, memimpin negara yang berperan penting dalam menjaga kesatuan Uni Eropa tersebut.

Sigmar Gabriel dilaporkan hanya mendapat dukungan 16 persen suara. Sementara Menteri Luar Negeri, Frank-Walter Steinmeier yang juga berasal dari SPD meraup 38 persen suara. Jumlah tersebut masih berada di bawah dukungan terhadap Merkel yakni 44 persen suara.

Di kalangan konservatif, pesaing Merkel juga belum tampak. Ketua CSU, Horst Seehofer memperoleh 26 persen sedangkan Menteri Pertahanan, Ursula von der Leyen hanya didukung 15 persen suara.

Menurut analis politik Jerman, Hans Kundnani sebenarnya hingga saat ini Merkel belum terkalahkan.

"Sebenarnya tidak ada ancaman untuk Merkel. Antara lain karena tidak adanya alternatif dan para lawannya di CDU sadar akan hal itu. Dia mungkin masih menjadi pemenang terbaik pemilu dari CDU," ujar Kundnani.

Analis politik lainnya dari Free University, Funke mengatakan bahwa hasil pemilu awal tersebut merupakan 'serangan terhadap kebijakan Merkel terkait isu pengungsi'.

"Lantas, bisakah kita menyimpulkan bahwa ia tak pantas lagi bagi CDU? Tentu tidak demikian. Anggapan itu berlebihan," jelas dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya