Liputan6.com, Jakarta Kejaksaan Agung masih menunggu petikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan uji materi UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Gugatan uji materi itu diajukan oleh mantan Ketua DPR Setya Novanto atau Setnov terkait kasus pemufakatan jahat dalam perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia, yang kini ditangani Kejaksaan Agung. Kasus itu lebih dikenal sebagai kasus "Papa Minta Saham".
Advertisement
"Langkah pertama kita belum menerima secara lengkap salinan putusan (MK) itu," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapus Penkum), M Rum di kompleks Kejaksaan Agung Jakarta, Kamis (8/9/2016).
Rum menambahkan, pihaknya juga masih mempelajari isi dari putusan MK yang mengabulkan gugatan uji materi Setya Novanto. Ketika disinggung mengenai status perkara pemufakatan jahat, ia menegaskan hingga saat ini masih dalam tahap penyelidikan.
Menurut dia, putusan MK tersebut tidak serta merta dapat dikaitkan dengan penyelidikan pemufakatan jahat yang ditangani Gedung Bundar.
"Jadi tidak serta merta (berkaitan), yang jelas kita kaji dulu putusan itu, saat ini masih penyelidikan status (perkaranya)," ucap Rum.
Sebelumnya Setya Novanto menggugat Pasal 15 UU Tipikor yang berbunyi: "Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, dan pemufakatan jahat dalam tindak pidana korupsi, dipidana dengan pidana yang sama dengan Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14.
Menurut Setya Novanto, kalimat permufakatan jahat menimbulkan multitafsir dan ketidakpastian hukum. Karena itu, Setya Novanto meminta MK menafsirkan frase tersebut.