Liputan6.com, Jakarta Akibat mengemis di jalanan, bule asal Klemburg, Jerman ini jadi pembicaraan di media sosial. Lelaki tersebut mengaku tidak memiliki uang dan telah menghubungi Konsulat Jenderal Jerman agar bisa kembali ke negaranya. Pria tersebut terlihat mengemis di tepian Jalan Kediri, Tabanan Bali.
Baca Juga
Advertisement
Ternyata lelaki asal Jerman ini sudah cukup terkenal di kawasan Asia Tenggara. Lelaki tersebut pernah melakukan aksi serupa di Thailand dan Filipina demi mendapatkan uang dari para pejalan kaki atau pengendara sepeda motor.
Pria yang diketahui bernama Benjamin Holst ini menggunakan penyakit kaki gajah yang dideritanya sebagai kedok untuk meminta belas kasihan orang lain. Karena aksinya tersebut, ia dua kali dideportasi karena ketahuan menyalahgunakan visa kunjungannya.
Aksi dari Holst tersebut sempat diberitakan oleh media Coconuts di Bankok. Holst membuat publik Ibukota Bangkok tersentuh dan kasihan karena ia mengemis di jalanan Khaosan karena tidak punya uang untuk pulang. Akhirnya kedutaan Jerman memberikan paspor baru dan membelikan tiket pesawat untuk Holst pulang. Tidak hanya itu, organisasi kemanusiaan di Thailand pun menymbang 50 ribu baht atau sekitar Rp 18,9 juta untuk Holst.
Dilansir Bangkok Post, pria tersebut diketahui tengah berpesta dengan sejumlah PSK di Pattaya. Akhirnya ia diusir dari Thailand dan pindah ke Filipina). Pengusiran tersebut tidak membuatnya sadar ia melakukan hal sama pula di Filipina mengemis dan hasil uangnya untuk berpesta. Tidak berhenti di situ saja Holst juga terlihat meminta-minta di dekat stasiun kereta bawah tanah Wan Chai, Hongkong. Namun lagi-lagi Holst menggunakan uang hasil mengemisnya untuk bersenang-senang. Ia bahkan memposting foto di akun facebook pribadinya tengah makan pizza senilai 200 dolar Hongkong (seharga Rp 337 ribu.
Media Bangkok bahkan memnuat headline, "Seorang pria asal Jerman berusia 30 tahun tepergok mabuk dan berpesta setelah mengemis di jalanan Bangkok dan Pattaya dan kembali mencoba peruntungan baru di Filipina."
Penuli:
Cintia Dwi Apriliyani
Universitas Brawijaya