Liputan6.com, Jakarta Sampai saat ini, obat penghilang rasa sakit acetaminophe, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Parasetamol, dianggap sebagai pilihan yang aman bagi para ibu hamil. Banyak wanita yang meminum obat ini ketika mereka mengalami rasa sakit selama kehamilan.
Namun studi mengingatkan, wanita hamil yang meminum parasetamol setelah minggu ke-18, bisa berakibat buruk bagi sang bayi. Menurut studi, sang bayi dapat memiliki masalah perilaku dan hiperaktif di usia 7 tahun.
Advertisement
Selain itu, ibu hamil yang meminum obat penghilang rasa sakit di minggu-minggu menjelang melahirkan, dikaitkan dengan risiko yang lebih tinggi mengalami gejala emosional dan kesulitan pada anak-anak, seperti dilansir dari mirror, Selasa (13/9/2016).
“Walaupun acetaminohen (Parasetamol) dikenal sebagai salah satu obat penghilang rasa sakit yang dianggap aman untuk wanita hamil, fakta membuktikan obat ini justru dapat memberikan risiko buruk yang mana dapat dilihat melalui perilaku anak ketika usianya menginjak 7 tahun,” ujar penulis senior dari Bristo University, Dr Evie Stregiakouli.
Penelitian yang dipublikasikan dalam JAMA Pediatrics, menganalisis data dari 7.796 ibu yang terdaftar sebagai peserta untuk penelitian bertajuk Avon Longitudinal Study of Parents and Children. Para wanita kemudian ditanya tentang penggunaan Parasetamol mereka di trimester kedua kehamilannya, yaitu antara 18 dan 32 minggu.
Lebih dari setengah ibu, yaitu 53 persen (4.415 ibu) mengatakan bahwa mereka telah mengonsumsi Parasetamol di minggu ke-18 kehamilannya. Sementara 42 persennya lagi (3.381 ibu), mengonsumsi obat parasetamol saat minggu ke-32 kehamilan. Mereka kemudian ditanya lagi mengenai, apakah anak-anak mereka memiliki masalah perilaku di usia 7 tahun.
Hasil penelitian menunjukkan, bayi yang ibunya telah mengambil obat di antara minggu ke-18 hingga 32 kehamilannya, memiliki peningkatan risiko hiperaktivitas, gejala emosional, dan masalah perilaku ketika mereka besar.
“Temuan kami menunjukkan bahwa hubungan antara acetaminophen selama kehamilan dan masalah perilaku pada anak-anak, disebabkan oleh sebuah mekanisme yang disebut intrauterin (proses adaptasi dari kehidupan di dalam rahim). Namun penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menjelaskan mekanisme di baliknya guna menguji alternatif penjelasan yang lebih kausal,” kata Dr Stergiakouli, ahli epidemiologi genetik dan genetik statistik.