Rahasia Sukses Mengajar ala Bolo Pagar

Guru-guru di Nusa Tenggara Timur mengajar dengan pendekatan kearifan lokal.

oleh Maria Flora diperbarui 10 Sep 2016, 08:08 WIB
Guru di NTT terapkan kearifan lokal untuk mengajar (Liputan6.com / Maria Flora)

Liputan6.com, Kupang - Maria Margaretha Sae sehari-hari bekerja sebagai guru di SDK 067 Du, Kecamatan Lela, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT). Kepada para siswanya, Maria mengajar pelajaran olah raga bagi siswa yang duduk di kelas 4,5, dan 6.

Selain mengajar olahraga Maria juga memberikan materi pelajaran matematika kepada para siswa didiknya.

Seperti guru-guru pada umumnya, Maria dan teman-teman guru di SDK 067 Du, Sikka awalnya mengajar seperti umumnya, hanya melalui buku. Hingga pada suatu hari, banyak siswanya yang mulai mengeluh dan mengaku bosan dengan pelajaran tertentu atau karena gurunya yang terlalu monoton saat memberikan materi pelajaran.

"Dari situ kami mencoba mencari solusi agar pandangan anak terhadap guru berubah. Prinsip kami saat itu, Kalau dia suka dengan gurunya otomatis pelajaran yang diberikan siswa akan suka," kata Maria Margaretha kepada Liputan6.com di Hotel Neo, Eltari, Kupang, NTT, akhir Agustus 2016 lalu.

Keluhan-keluhan para guru SD ini akhirnya terjawab dengan adanya pendampingan yang dilakukan Wahana Visi Indonesia. Prinsip yang dijalankan, pembelajaran kepada murid tidak hanya terpaku pada buku saja, tapi bisa pula dengan memanfaatkan kearifan lokal atau budaya yang dimiliki suatu daerah.

"Dari situ kami mencoba mencari solusi agar pandangan anak terhadap guru berubah. Prinsip kami saat itu, Kalau dia suka dengan gurunya otomatis pelajaran yang diberikan siswa akan suka," kata Maria.

Dari situ mulailah Maria mulai menerapkan sistem pembelajaran kontekstual berbasis kearifan lokal, yaitu sebuah konsep pembelajaran di mana guru mengaitkan materi yang diberikan dengan kehidupan sehari-hari. Salah satunya dengan menjadikan media kue adat Bolo Pagar asal Sikka yang diintegrasikan dalam pelajaran matematika.

Bolo pagar adalah kue adat yang dikenal di Kabupaten Sikka yang biasanya dibuat pada saat acara peminangan atau pemberian belis atau maskawin dari pengantin pria ke pengantin perempuan.

"Saat itu saya tengah membawakan materi tentang bangun datar kepada siswa kelas 4, 5, dan 6. Saya mau meyakinkan anak-anak kalau membentuk sebuah segitiga, jajaran genjang bukan hanya dengan menggambar tapi bisa dengan cara membuat kue," jelas dia. "Perlahan-lahan siswa pun mulai mengerti."

Dengan pendekatan budaya melalui media kue adat bolo pagar, Maria pun mulai sadar bahwa kegiatan ini membuat suasana pelajaran di kelas jauh lebih menyenangkan daripada hanya membaca buku. Nilai pelajaran matematika para siswanya pun jauh lebih meningkat dari sebelumnya.

Selain itu, perempuan beranak tiga ini juga menuturkan dengan membuat bolo pagar, tidak hanya pengetahuan akademik yang didapat, keterampilan para siswa untuk membuat sesuatu bisa diasah.

Selain nilai akademik siswanya dalam hal ini pelajaran Matematika semakin meningkat, ada nilai-nilai kearifan lokal yang dapat diambil saat membuat bolo pagar.


Festival Cerdas NTT

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Nusa Tenggara Timur, Wayan Darmawan, mengapresiasi pendidikan karakter berbasis kearifan lokal.

"Praktik-praktik cerdas yang dihasilkan kalau bisa didorong di banyak tempat, kami akan langsung buatkan regulasi yang paling sederhana," kata Wayan.

Wayan juga menuturkan alasannya kenapa dari 24 wilayah yang melakukan praktis cerdas bersama Wahana Visi Indonesia, hanya tiga bidang yang menjadi fokus utama Yaitu tata kelola pemerintahan desa, pendidikan, dan kesehatan.

"Ke depannya kita akan perluas dari berbagai aspek, bukan hanya tiga aspek ini."

Kepala Biro Perekonomian Setda Provinsi NTT Petrus Keron menambahkan,meski fokusnya kali ini ada tiga bidang yang mendapat dukungan dari pemerintah kabupaten/kota, provinsi dan pusat, bukan berarti mengabaikan yang lain.

Mengapa pendidikan, Petrus menjelaskan, seseorang harus memiliki kecerdasan sebelum bisa mengurus dirinya sendiri dan memiliki karakter untuk bisa membangun NTT.

"Kalau dia hanya biasa-biasa saja, dia tidak punya ciri. Karena ketika dia memahami budaya, dapat membangun NTT dengan ciri NTT," ucap Petrus.

Kemudian alasan kenapa ekonomi menjadi faktor utama karena pemerintah provinsi telah mempunyai sebuah agenda tentang ekonomi kerakyatan. Karena kurang lebih 80 persen masyarakat NTT hidup dari bertani. Maka basis ekonominya adalah basis ekonomi pertanian.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya