Liputan6.com, Jakarta Penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar yang terjadi belakangan ini tidak hanya terjadi karena faktor perbaikan ekonomi domestik. Namun, hal itu juga dipengaruhi faktor global.
Ekonom PT Mandiri Sekuritas Leo Putera Rinaldy mengatakan, saat ini beberapa bank sentral di negara maju mengucurkan likuiditas untuk memperbaiki perekonomian negaranya.
"Negara maju lebih akomodatif jadi sekarang kita dengar helicopter money sebelumnya quantitative easing. Bank sentral yang menggelontorkan likuiditas membeli finansial aset yakni Eropa, Jepang dan satu lagi Inggris," kata dia di Kantor Pusat Bank Mandiri Jakarta, Jumat (9/9/2016).
Hal tersebut juga ditambah kebijakan penerapan suku bunga minim bahkan sampai negatif. Tujuannya, supaya likuiditas itu tidak disimpan dan dialirkan ke sektor riil.
Leo mengatakan, aliran dana itu tidak hanya ke sektor riil masing-masing negara namun juga negara berkembang termasuk Indonesia. Alhasil, nilai tukar rupiah menguat karena guyuran dana tersebut.
"Nah pertanyaan kalau butuh waktu terus likuiditas kemana?. Emerging market. Likuiditas di pump ada yang masuk riil sektor masing-masing negara tapi juga ke emerging market terutama di Asia," jelas dia.
Dia bilang, hal itu ditambah oleh kemungkinan The Federal Reserve yang kemungkinan hanya menaikkan suku bunga acuannya satu kali. Hal itu menimbang data ekonomi AS.
Berdasarkan kurs referensi jakarta interbank spot dollar rate (Jisdor), rupiah menguat 0,81 persen. Posisi rupiah berada di kisaran 13.197 pada 5 September 2016 menjadi 13.089 per dolar AS pada 9 September 2016.
Selain itu, kurs Bloomberg, rupiah juga cenderung menguat dari posisi 13.156 per dolar AS pada Senin 5 September 2016, dan level rupiah di kisaran 13.076 pada Jumat sore pukul 15.20 WIB.(Amd/Nrm)
Advertisement