Liputan6.com, New York - Ada benang merah yang mengaitkan dua calon Presiden Amerika Serikat Hillary Clinton dan Donald Trump. Keduanya adalah "orang New York".
Donald Trump lahir dan tumbuh besar sebagai New Yorker. Ia juga memiliki kepentingan di bidang properti di kota berjuluk Big Apple--yang ia sebut sebagai rumah dan "kampung halamannya". Sementara Clinton mewakili negara bagian tersebut di Senat selama delapan tahun. Ia juga tinggal di sana selama 16 tahun.
Selama kampanye demi memperebutkan kursi di Gedung Putih, keduanya kerap memperbincangkan tentang serangan teror yang terjadi pada 11 September 2001. Namun demikian, mereka sepakat untuk tidak berkampanye pada peringatan 15 tahun 9/11 pada Minggu, 15 September 2016.
Namun, baik Clinton maupun Trump jarang mengungkap keberadaan mereka pada hari nahas itu.
Lantas, apa yang dilakukan mereka kala itu?
Baca Juga
Advertisement
Hillary Clinton saat itu berada di Washington DC. Kala itu ia mewakili New York sebagai senator.
Pada 11 September 2001 malam, para senator dan anggota Kongres AS menyanyikan lagu kebangsaan God Bless America di tangga Gedung Capitol.
Jonathan Karl, wartawan ABC News yang kala itu bekerja di CNN, mewawancarai mantan Ibu Negara itu.
"Saya sama sekali tak berpikir kita memiliki firasat tentang kehancuran," kata dia dalam wawancara, seperti dikutip dari ABC News, Jumat (9/11/2016).
"Saya merasa bangga pada Kota New York, pada wali kotanya, polisi, semua orang yang bekerja di garda depan penanganan situasi darurat. Mereka telah melakukan pekerjaan luar biasa," kata Hillary.
"Namun, Anda tahu, New York adalah kota global. Simbol kepemimpinan Amerika Serikat dan para teroris itu melakukan pukulan telak dan langsung," tambah dia. "Rakyat New York telah merespons dan pemerintah nasional harus berdiri di belakang kami."
Clinton mengunjungi puing-puing di Ground Zero bersama wali kota saat itu Rudy Giuliani--yang kini menjadi pendukung Trump--pada 12 September 2016.
Juga ada rekaman Trump yang diwawancarai stasiun televisi Jerman dekat Ground Zero sehari kemudian.
"Aku tak pernah melihat yang seperti ini: kehancuran, nyawa manusia yang tercabut tanpa alasan. Ini adalah adegan yang mengerikan, sebuah situs yang mengerikan, tetapi warga New York sangat kuat dan tangguh. Mereka akan membangun kembali (kotanya) dengan cepat," kata Trump kala itu.
Pada hari ketika serangan 9/11 terjadi, Trump mengaku berada di apartemennya di Manhattan.
"Ada jendela di apartemenku yang menghadap ke World Trade Center, agar bisa menyaksikan keindahan pusat Kota Manhattan secara keseluruhan. Dan aku menyaksikan ketika orang-orang melompat, aku juga melihat ketika pesawat kedua datang," kata dia dalam kampanye di Columbus, Ohio, pada November 2015.
"Banyak orang yang melompat (dari menara WTC), aku menyaksikannya, aku melihatnya," kata dia.
Klaim lain menyebut Trump mengarang cerita versinya, terutama soal pengakuannya melihat tayangan televisi yang melaporkan ada orang-orang yang merayakan 9/11 di New Jersey. Kisah itu kemudian yang terbukti bohong.
Bukan itu saja yang diungkapkan Trump soal 9/11. Ia sesumbar bisa mencegah insiden tersebut.
"Aku akan bersikap lebih keras terkait terorisme. Bin Laden pastinya sudah tertangkap sejak lama...sebelum teror di World Trade Center," kata dia pada September 2016.
Sebelumnya, ia menuding dua mantan Presiden AS ikut andil dalam kejadian traumatis tersebut.
"WTC hancur karena Bill Clinton tak membunuh Osama Bin Laden ketika kita punya kesempatan untuk mematikannya. Dan George Bush juga punya kesempatan, namun ia tak mendengarkan nasihat CIA," kata dia Februari 2016. Komentarnya itu memicu polemik di internal partainya.
George W Bush, yang jadi presiden saat teror 9/11 terjadi, berasal dari Partai Republik--kendaraan Trump dalam upaya menuju Gedung Putih.