Liputan6.com, Purwakarta - Wacana Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy akan menetapkan hari Sabtu dan Minggu sebagai libur nasional bagi siswa sekolah adalah kebijakan yang sudah lama diterapkan di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat.
Menurut Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi, peraturan itu telah diterapkan sejak tahun 2008 lalu atau sejak dia menjabat sebagai Bupati pada periode pertama.
Dedi menjelaskan, kebijakan itu merupakan penerapan falsafah kearifan lokal yang langsung diterjemahkan ke dalam kebijakan di berbagai bidang termasuk bidang pendidikan.
Saat pertama kali menerapkan kebijakan sekolah lima hari, Dedi mengemukakan alasan di balik pemberlakuan kebijakan tersebut.
Baca Juga
Advertisement
Sebab, imbuh Dedi, pelajar harus memiliki waktu yang cukup untuk bercengkerama bersama keluarga. Dengan demikian, pendidikan informal dalam hal ini didapat oleh pelajar melalui transformasi nilai yang dilakukan oleh para orang tua mereka di rumah.
"Sejak tahun 2008 lalu kita sudah melakukan itu. Jam mata pelajaran di sekolah kita padatkan, masuk jam enam pagi serentak di seluruh sekolah baik desa maupun kota. Sementara jadwal pulang, anak-anak yang bersekolah di desa pulang jam 11 siang, anak-anak yang bersekolah di kota pulang jam 12 siang. Waktu bersama keluarga menjadi lebih banyak," ucap Dedi saat ditemui di Saung Katresna Kompleks Pemkab Purwakarta, Jumat, 9 September 2016.
Selain pengurangan jam pelajaran di sekolah yang sudah diberlakukan, kepada Mendikbud, Bupati Dedi juga memiliki gagasan agar mata pelajaran di sekolah juga dikurangi. Dia beralasan, sisi aplikatif dari nilai-nilai akademik jauh lebih penting daripada sekadar mempelajari sisi teoritiknya.
Usulan Pengurangan Mata Pelajaran
"Kalau bapak Mendikbud mengizinkan, kami di Purwakarta akan mengurangi jumlah mata pelajaran. Ini sudah terlalu banyak dan tidak efektif untuk perkembangan generasi kita ke depan. Misalnya untuk tingkatan sekolah dasar cukup diajarkan Calistung saja. Lain-lainnya bisa langsung diajak praktik, jadi disampaikan tidak dalam bentuk teorinya," Dedi menerangkan.
Dedi mencontohkan mata pelajaran yang lebih mengarang pada sisi aplikatif adalah Pendidikan Kewarganegaraan. Anak-anak sekolah dapat langsung diajarkan untuk tidak membuang sampah sembarangan, tidak melakukan vandalisme dan diajak untuk membangun kebiasaan-kebiasaan positif lain yang mencerminkan karakter manusia Indonesia.
"Salat juga diajarkan sambil praktik, mengaji juga begitu. Ujiannya kan bisa menyesuaikan. Nanti bisa sejalan antara pendidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan. Keduanya dimunculkan dalam keseharian, bukan hanya salah satu," ujar Dedi.
Sebelumnya selain mengeluarkan kebijakan sekolah lima hari, para pelajar di Purwakarta juga diperbolehkan untuk membawa bantal ke sekolah. Mereka bahkan boleh tidur saat istirahat berlangsung.