Liputan6.com, Jakarta - Setelah kembali nekat melakukan uji coba nuklir, Korea Utara kembali diberi sanksi lebih besar lagi oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dan AS. Namun, bukannya jera, negara yang mengisolasi diri itu justru menganggap pemberian sanksi sebagai hal yang lucu. Mereka pun bersumpah akan terus memperkuat senjata nuklirnya.
Pada Jumat lalu, Korea Utara membuat gempa buatan sebesar 5,3 Skala Ritcher. Getaran terjadi akibat percobaan nuklir yang disinyalir berkekuatan 10 kiloton, dua kali lebih besar dari yang terjadi pada bulan Januari 2016 lalu.
Advertisement
Sebagai perbandingan, bom yang dijatuhkan AS ke Hiroshima pada Perang Dunia II sebesar 15 kiloton.
Selain jauh lebih kuat, Korut mengatakan nuklir itu jauh lebih canggih. Hulu ledaknya bisa ditempelkan ke rudal dan misil balistiknya mampu meluncur hingga ke negara-negara tetangganya. Demikian dilansir Reuters, Minggu (11/9/2016).
Utusan Khusus AS bertemu dengan pejabat Jepang pada Minggu, 11 September untuk membahas sanksi terhadap Korut.
"Kelompok Obama sibuk mondar-mandir memutuskan sanksi tak berarti kepada kami. Hingga saat ini, aksi mereka itu sungguh konyol dan lucu. Inilah saatnya strategi kesabaran mereka gagal," tulis media pemerintah Korut, KCNA, mengutip juru bicara kementerian luar negeri Korea Utara.
"Seperti yang sudah kami katakan, kemampuan kami untuk membuat senjata nuklir makin canggih. Itu diperlukan untuk melindungi kami dari ancaman AS," ujar KCNA.
PBB sudah memperingatkan Korut akan adanya sanksi baru sehubungan dengan uji coba kali ini. AS, Inggris, dan Prancis telah meminta 15 anggota Dewan Keamanan untuk segera menerapkannya.
Presiden AS, Barack Obama, juga telah menelepon Presiden Korsel, Park Geun-hye, dan PM Jepang Shizon Abe untuk memulai langkah dan sanksi baru.
KCNA menambahkan, selain sanksi itu konyol, warga Korea Utara justru sangat senang dan bangga dengan suksesnya uji coba nuklir itu. "Para musuh kini tak bisa lagi menolak untuk menyebut kami negara bersenjata nukir," kata Jong Won-sop, dosen dari Universitas Nasional Ekonomi, di Pyongyang.