Pesan Khotbah Arafah: Hilangkan Batas Palsu Pemecah Persatuan

Jemaah haji Indonesia juga mendengarkan khotbah wukuf yang digelar di tenda-tenda di Padang Arafah, Mekah, Arab Saudi.

oleh Muhammad Ali diperbarui 11 Sep 2016, 18:30 WIB
Anggota Amirul Hajj, Miftahul Akhyar Abdul Ghina, menjadi khotib dalam khutbah wukuf di Arafah, Mekah, Arab Saudi. (Liputan6.com/Muhamad Ali)

Liputan6.com, Mekah - Tak hanya zikir dan membaca Alquran, jemaah haji Indonesia juga mendengarkan khotbah wukuf yang digelar di tenda-tenda di Padang Arafah, Mekah, Arab Saudi. Sang Khotib yang berasal dari Tim Pembimbing Ibadah Haji Indonesia menyampaikan makna terkandung dalam ibadah haji.

Seperti di tenda Misi Haji Indonesia. Anggota Amirul Hajj, Miftahul Akhyar Abdul Ghina yang menjadi Khotib dalam khutbah wukuf mengajak para jemaah untuk menangkal kekuatan-kekuatan raksasa di atas bumi yang penuh dengan kecurangan dan pemerasan.

Hal itu, kata dia, hanya dapat dilakukan dengan takwa. Predikat tersebut dapat dicapai di antaranya dengan ibadah haji.

"Dalam keadaan berIhram jangan sakiti binatang-binatang, termasuk serangga. Untuk sementara waktu hiduplah dengan cinta," pesan dia kepada jemaah haji Indonesia dalam khotbah wukuf di tenda Misi Haji Indonesia, Mekah, Minggu (11/9/2016).

Jika itu masih dilakukan, lanjut dia, berarti manusia tersebut masih mengingat, melirik dan mementingkan diri (syahwat)nya. Padahal semuanya telah dilepas saat di miqat dengan mengganti kain putih sebagai lambang pemersatu manusia.

"Pakaian melambangkan pola, prefensi, status dan perbedaan-perbedaan tertentu. Pakaian melahirkan batas palsu yang menyebabkan perpecahan di antara umat manusia. Dan hampir pasti perpecahan ini melahirkan diskriminasi," ujar dia.

Selanjutnya, kata Miftah, dari perpecahan itu akan timbul konsep keakuan bukan kami atau kita.

"Kata 'Aku' dipergunakan dalam konteks seperti rasku, kelasku, kelompokku, kedudukanku, keluargaku, nilai-nilaiku," dia menjelaskan.

Menurut Miftah, manusia terpecah-pecah menjadi berbagai ras dan kelompok, yang masing-masing di antaranya memiliki status, nilai, nama, dan kehormatannya sendiri. Tetapi apa gunanya semua itu dimiliki, yang hanya menonjolkan diri sendiri.

"Kini lepaskanlah pakaianmu itu dan tanggalkan di miqat. Apa pun ras dan suku kalian. Gantilah dengan kain putih yang sederhana," ujar dia.

Miftah mengingatkan jemaah jangan bertinggi hati kala berada di Tanah Haram. Karena saat ini tengah memenuhi panggilan pemilik alam semesta ini, yaitu Allah SWT.

"Hendaklah kalian datang dengan kerendahan hati. Juga menjadi manusia yang menyadari kefanaan atau menjadi manusia fana yang menyadari eksistensi Allah SWT," pesan Miftah.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya