Liputan6.com, Teheran - Peselancar perempuan bukan hal baru di dunia. Namun tidak di sebuah negara yang masih konservatif seperti Iran.
Di negeri yang dipimpin oleh Presiden Hassan Rouhani itu, kesaksian seorang perempuan di hadapan pengadilan tak sekuat pengakuan laki-laki. Bus dipisahkan sesuai gender, dan adalah ilegal bagi kaum perempuan untuk menghadiri permainan voli putra karena dianggap dapat tergoda oleh penampilan atlet laki-laki.
Advertisement
Tidak hanya itu, di tempat-tempat umum perempuan Iran harus menutup sebagian besar anggota tubuh mereka sesuai dengan hukum yang berlaku.
Namun sedemikian banyak aturan tersebut ternyata tak menghentikan langkah seorang perempuan, Mona Seraji untuk menjadi seorang peselancar.
Tiga tahun lalu, ia mendirikan klub selancar pertama di Iran di mana seluruh anggotanya adalah wanita. Dan seiring dengan perkembangannya, para pria juga telah bergabung dengan klub yang kerap 'menantang' ombak di sejumlah pantai yang masih terisolasi di Sistan dan Baluchestan, bagian selatan Iran.
"Kami mengatakan, "Mari kita membuat sebuah budaya berselancar dan kita bisa membuatnya tumbuh menjadi sekolah dan ini bisa menjadi lebih besar, besar, dan besar lagi". Saya benar-benar mencintai selancar. Apa yang bisa lebih baik dari hal itu?," ujar Mona Seraji seperti dilansir NBC News, Senin (12/9/2016).
Klub yang tak memiliki nama itu berpusat di Ramin, sebuah desa nelayan yang 'terjebak' di antara padang pasir dan laut sehingga memiliki pantai dengan ombak yang bagus. Di sela-sela berselancar, klub yang kini memiliki 50 anggota ini juga menjalankan workshop.
Aktivitas selancar di Iran dimulai pada 2010. Ketika itu seorang pembuat film asal Prancis, Marion Poizeau merekam sebuah klip pendek yang mempertontonkan peselancar Irlandia, Easkey Britton 'bermain' ombak di Ramin.
Tiga tahun berikutnya, pasangan tersebut kembali ke Negeri Para Mullah itu untuk membuat film dokumenter tentang selancar di negara itu.
Dalam pengerjaan film dokumenter itu, mereka bekerja sama dengan Seraji --dulunya ia dikenal sebagai snowboarder-- dan Shahla Yasini, seorang penyelam lokal. Sosok Britton pun disebut-sebut berperan dalam melatih keahlian Seraji 'bermain' ombak.
Olahraga selancar pun dengan cepat menjadi populer menyusul antusiasnya warga setempat.
"Apakah ini sesuatu yang hanya bisa dilakukan perempuan atau pria juga bisa melakukannya?," kata Seraji meniru ucapan seorang bocah laki-laki saat itu.
"Kami menantangnya untuk mencoba. Lantas pada akhir pekan, datanglah sekelompok kecil penduduk setempat," jelas perempuan itu.
Klub selancar yang didirikan Seraji ini tidak mungkin dapat berjalan tanpa bantuan Abed Fuladi, Kepala Daerah Basij. Pria berusia 32 tahun itu menjaga dan menyimpan seluruh peralatan di rumahnya.
Fuladi bahkan telah mempelajari bagaimana memperbaiki papan selancar yang rusak. Salah seorang saudaranya diketahui adalah seorang instruktur selancar.
Belum lama ini sekelompok kecil penduduk setempat berkumpul di pantai untuk menyaksikan peselancar beraksi. Para wanita mengenakan kaus longgar dan celana serta tak lupa memakai penutup kepala.
"Aku takut laut dan membenci kawasan ini, namun ketika melihat rekaman mereka berselancar aku menjadi sangat tertarik dan akhirnya bergabung dengan workshop mereka. Sekarang karena selancar aku mencintai laut dan telah memutuskan untuk tinggal di kawasan ini dan menurutku, surfing adalah olahraga terbaik di dunia," ujar salah seorang anggota klub, Kimia Maleki.
Lantas ada pula seorang pengusaha udang yang di sela-sela menjalankan bisnisnya tetap 'menantang' ombak. Sosok itu adalah Farboud Motlaghi.
"Aku bukan peselancar terbaik tapi aku bisa berdiri di atas papan selancar," jelas pria berusia 26 tahun itu.
Ketika disinggung bagaimana rasanya menjadi perempuan di balik 'revolusi' selancar di negaranya? Jawabannya, "Luar biasa bahagia," tegas Seraji.