Liputan6.com, Seoul - Kurang lebih empat hari pasca-uji coba nuklir yang dilakukan Korea Utara (Korut), Amerika Serikat (AS) pamer kekuatan dengan menerbangkan dua pesawat bomber jenis B-1 di langit Korea Selatan (Korsel).
Sementara isu lain berkembang bahwa Korut akan kembali melakukan uji coba nuklir keenam.
Advertisement
Korut mengklaim uji coba nuklir yang dilakukan pada Jumat 9 September lalu menunjukkan sebuah hulu ledak nuklir bisa dipasang pada rudal balistik.
Hal tersebut meningkatkan kekhawatiran bagi sekutu AS di kawasan tersebut juga menimbulkan ancaman bagi pangkalan militer AS yang berada di Korsel, Jepang, dan Guam.
"Uji coba nuklir Korut adalah sebuah eskalasi berbahaya dan merupakan ancaman yang tidak dapat diterima. AS memiliki komitmen tak tergoyahkan untuk membela sekutu di kawasan tersebut dan akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan jika diharuskan, termasuk operasi seperti ini," ujar Komandan Pasukan AS di Korsel, Jenderal Vincent K. Brooks dalam pernyataannya yang Liputan6.com kutip dari CNN, Selasa (13/9/2016).
Pesawat bomber B-1s dilaporkan bergabung dengan US F-16 dan pesawat tempur Korsel, F-15 di mana mereka melakukan aksi terbang rendah di pangkalan udara militer Osan.
"Pertunjukan hari ini hanyalah salah satu contoh dari berbagai kemampuan militer pada aliansi yang kuat untuk menyediakan dan memperkuat upaya pencegahan," kata Brooks.
Bomber jenis B-1s yang terbang di langit Korsel sebelumnya dipindahkan ke pangkalan udara militer Andersen di Guam pada Agustus lalu. Oleh Komando AS di Pasifik ini disebut bagian dari kelanjutan kehadiran bomber di kawasan itu.
B-1s merupakan jenis pesawat pengebom yang memiliki kapasitas muatan terbesar dan dapat terbang dalam kecepatan 900 mil per jam. Ini merupakan kali pertama bagi B-1s melakukan 'pertunjukan' di Pasifik dalam kurun satu dekade terakhir.
Korut Terancam?
Pamer kekuatan dengan menerbangkan pesawat bomber di Semenanjung Korea bukanlah hal baru. Aksi serupa juga pernah terjadi setelah Korut melakukan uji coba nuklir ke empat pada Januari lalu di mana bomber jenis B-52 dilaporkan mengudara.
Wartawan CNN yang berada di Pyongyang, ibu kota Korut, Will Ripley mengatakan bahwa negeri pimpinan Kim Jong-un itu memperhatikan dengan saksama manuver udara yang dilakukan AS dan sekutunya.
"Mereka benar-benar memantau. Banyak komandan militer Korut menilai bahwa bomber AS mengancam terutama mengingat kerusakan yang pernah timbul di Pyongyang selama Perang Korea terjadi. Ketika kota ini rata dengan tanah," jelas Ripley.
Sementara itu pada Februari lalu, setelah Korut meluncurkan sebuah satelit ke angkasa luar, Angkatan Udara AS dilaporkan menerbangkan empat pesawat F-22 Raptors di langit Korsel. Dan diam-diam F-22 bergabung dengan F-15s milik Korsel dan US F-16s di pangkalan udara militer Osan.
Pernah Bertugas di Suriah dan Irak
Pesawat bomber tersebut berasal dari Ekspedisi Skuadron Bom 34 yang telah merilis 2.000 'bom pintar' pada lebih dari 630 misi di Suriah, Irak, dan Afghanistan periode Januari hingga Juli 2015. Demikian informasi yang disampaikan pangkalan udara militer Andersen Agustus lalu.
Misi-misi tersebut mencakup lebih dari 7.000 jam terbang.
"Unit B-1s membawa perspektif yang unik dan bertahun-tahun telah mengulang pertempuran dan pengalaman operasional dari komando pusat ke Pasifik," sebut pernyataan tertulis dari pangkalan udara militer AS di Hawaii.
Guam adalah wilayah kepulauan di barat Pasifik yang dikendalikan AS. Jaraknya sekitar 3.000 kilometer dari Semenanjung Korea dan 2.500 dari timur Filipina.
"Pesawat bomber secara umum sangat cocok untuk jarak yang sangat jauh dan medan Pasifik. Secara spesifik, bomber B-1s sangat cocok untuk wilayah Pasifik," ujar Komandan Skuadron B-1 di Guam, Letnan Kolonel Seth Spanier.
"Dengan kapasitas senjata yang besar dan kemampuan serangan yang luar biasa, B-1 memberikan platform proyeksi kekuatan strategis yang terpercaya," kata dia.