Menteri Lingkungan Hidup Segera Ratifikasi Perjanjian Paris

Siti Nurbaya mengatakan sudah melakukan diskusi, lobi, dan beberapa kali melaporkannya ke Komisi VII dan IV DPR RI.

oleh Liputan6 diperbarui 14 Sep 2016, 08:12 WIB
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya memberikan keterangan pers di Jakarta, Selasa (6/9). Jumpa pers tersebut terkait penyanderaan tujuh Penyidik PNS KLHK oleh pelaku pembakar hutan di Riau. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan, akan segera meratifikasi Perjanjian Paris dari Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) PBB tentang Perubahan Iklim ke-21.

"Untuk ratifikasi, kami akan menyerahkan rancangannya kepada parlemen dan mendiskusikannya agar menjadi hukum. Secepatnya," ujar Siti Nurbaya seperti dikutip dari Antara, Rabu (14/9/2016).

Siti Nurbaya mengatakan sudah melakukan diskusi, lobi, dan beberapa kali melaporkannya ke Komisi VII dan IV DPR RI.

"Mudah-mudahan selesai karena setiap Selasa ada paripurna, minggu ini dari Presiden mudah-mudahan bisa ke Senayan," kata Siti.

Ia menyatakan, dunia sangat optimistis dan menunggu perjanjian itu menjadi hukum di negara-negara yang menyetujuinya.

Indonesia, kata dia, sangat berkomitmen untuk berkontribusi melawan perubahan iklim dan menurunkan temperatur global.

Sementara itu, Uni Eropa mengingatkan implementasi Perjanjian Paris dan mengharapkan keseriusan negara anggota G20, termasuk Indonesia.

"Uni Eropa berkomitmen penuh dalam mengimplementasikan Perjanjian Paris, dan kami ingin mendorong seluruh negara anggota G20 untuk melakukan hal yang sama," kata Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Guerend.

Salah satu dukungan Uni Eropa kepada Indonesia adalah Forest Law Enforcement Governance and Trade (FLEGT). Yaitu mempromosikan reformasi tata kelola kehutanan dan memerangi penebangan ilegal untuk mengendalikan perubahan iklim melalui pengelolaan sumber daya hutan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.

Pada 2002, jumlah kayu Indonesia yang legal hanya 20 persen, sedangkan kini lebih dari 90 persen ekspor kayu Indonesia berasal dari pabrik dan hutan yang diaudit secara independen.

Melihat pencapaian tersebut, ia optimistis Indonesia dalam waktu dekat akan menjadi negara pertama yang memiliki sistem verifikasi legalitas kayu nasional (SVLK) di dunia yang sesuai dengan FLEGT.

Kondisi itu, menurut Guerend, merupakan cerminan komitmen Indonesia dalam meningkatkan tata kelola hutan dan upaya menangani perubahan iklim.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya