Liputan6.com, Washington, DC - Mantan Luar Negeri Amerika Serikat (AS) periode 2001-2005, Colin Powell selama ini nyaris tak pernah buka suara terkait dengan pemilu presiden yang menjadi arena pertarungan bagi Hillary Clinton dan Donald Trump. Ia dinilai berusaha menjaga reputasinya sebagai mantan petinggi negara sekaligus diplomat.
Namun fakta berbeda terungkap setelah emailnya bocor. Dalam surelnya pada Juni lalu secara blak-blakan ia mengkritik calon presiden AS asal Partai Republik, Donald Trump, menyebutnya sebagai 'aib nasional dan sampah masyarakat internasional'.
Advertisement
Dalam emailnya, mantan pensiunan jenderal bintang empat itu juga mengkritik sikap Trump yang mempertanyakan legitimasi Barack Obama di mana taipan properti itu menuduh Obama bukan warga negara AS sehingga tak pantas memimpin Negeri Paman Sam.
Kata-kata pedas pun ia lontarkan terkait dengan pernyataan Trump yang mengatakan akan memenangkan suara dari populasi Afro-Amerika--komunitas di mana Powell berasal.
"Dia yang kemarin mengatakan bahwa dalam beberapa tahun akan memenangkan 95 persen suara dari kulit hitam mengalami fantasi skizofrenia. Dan Roger Ailes sebagai penasihat tidak akan sembuh dengan perempuan," sebut Powell dalam surelnya.
Mendukung Hillary?
Powell yang memutuskan mendukung Obama di detik-detik terakhir dalam kampanye pilpres 2008 diharapkan akan melakukan hal serupa terhadap Hillary.
Sementara dari surelnya yang dikirim pada 2014 lalu, ia diketahui tak hanya mencela Trump namun juga menegaskan tidak akan memberi suara kepada mantan ibu negara AS tersebut.
Mantan Menlu di era Presiden George W. Bush itu menyebut Hillary memiliki 'sebuah track record panjang, ambisi yang tak terkendali, serakah, dan tidak transformasional'. Ia juga ikut mengomentari skandal email yang menerpa istri Bill Clinton, menyesalkan sikap 'kaki tangan' Hillary yang berusaha menyeretnya dalam isu tersebut.
"H.R.C bisa terbunuh dua tahun lalu dengan hanya memberi tahu setiap orang apa yang telah dilakukannya dan tidak melibatkan saya di dalamnya," tulis Powel dalam surelnya bulan lalu sementara H.R.C disebut sebagai inisial dari Hillary Rodham Clinton.
"Saya memperingatkan kepada stafnya sebanyak tiga kali untuk tidak mencoba mengorbankan diri demi mendapat keuntungan. Saya sudah melempar sebuah aksi marah di pesta Hamptons untuk mendapat perhatian mereka. Dia tetap saja tersandung dalam 'karakter' ladang ranjau," tulis mantan menlu itu seperti dikutip dari NY Times.
Kebocoran email pribadi Powell ini bukan yang pertama kali terjadi. Sebelumnya pada 2013 lalu, surel pribadinya juga pernah diretas oleh hacker yang dikenal dengan julukan sebagai 'Guccifer'.
Selain isu Hillary-Trump, surel Powel juga mengungkap diskusinya dengan mantan menlu AS periode 2005-2009. Keduanya mengkritik beberapa kolega mereka di pemerintahan Bush Jr.
Rice dilaporkan memberikan sebuah tautan yang memuat kritikan Bob Woodward terkait Donald Rumsfled, mantan menteri pertahanan AS soal Perang Irak.
Rice memuji Woodward dan menambahkan, "Pertama, kita tidak menginvasi Irak untuk membawa demokrasi -- namun sekali kita menggulingkan Saddam Husein, kita memiliki pandangan tentang apa yang harus kita ikuti. Jika Don dan Pentangon telah melakukan pekerjaan mereka...kenyataan mungkin akan berbeda," tulis Rice seperti dikutip dari CNN.
Sementara Powell mengkritik sosok 'Doug dan Paul' yang diduga kuat adalah Douglas J. Feith dan Paul Wolfowitz atas rencana mereka terhadap Irak. Sebaliknya, ia memuji atasannya, Presiden George W. Bush.
"43 (merujuk Bush sebagai presiden ke-43 AS) tahu apa yang harus dilakukan. Sebagaimana yang Anda katakan, 'anak-anak di band' otaknya sudah mati," tulis Powel kepada Rice.
Sekali pun Powell nantinya mendukung capres asal Demokrat tersebut maka itu dimotivasi oleh ketidaksukaannya terhadap Trump. Terkait dengan kebocoran surel ini, ajudan Powel, Peggy Cifrino membenarkan bahwa email tersebut akurat.
"Email ini akurat. Tak ada tanggapan untuk saat ini," tegas Cifrino.