Korupsi Gubernur Sultra, Dirut PT AHB Diperiksa KPK

Dia akan dikorek keterangannya oleh KPK sebagai saksi untuk tersangka Nur Alam.

oleh Oscar Ferri diperbarui 15 Sep 2016, 12:40 WIB
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (Liputan6,com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Ahmad Nursiwan menghadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini. Sebab, nama Direktur Utama PT Anugrah Harisma Barakah (AHB) itu masuk jadwal pemeriksaan terkait dugaan‎ penyalahgunaan kewenangan Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam.

Selain Nursiwan, Andi Nurmadiyanthie yang merupakan notaris akan bertatap muka dengan penyidik KPK. Baik Nursiwan maupun Andi akan dikorek keterangannya sebagai saksi untuk tersangka Nur Alam.

"Keduanya saksi untuk tersangka NA," ujar Pelaksana Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (15/9/2016).

Sebelumnya,‎ KPK resmi menetapkan Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam sebagai tersangka kasus dugaan penyalahgunaan wewenang dalam persetujuan dan penerbitan SK IUP di wilayah Provinsi Sultra. Gubernur Sultra periode 2008-2013 dan 2013-2018 itu diduga menyalahgunakan wewenang dalam menerbitkan SK yang tidak sesuai perundangan.

Selaku Gubernur Sultra, Nur Alam mengeluarkan tiga SK kepada PT Anugrah Harisma Barakah (AHB) dari tahun 2008-2014. Yakni, SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, SK Persetujuan IUP Eksplorasi, dan SK Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi Menjadi IUP Operasi Produksi.

KPK menduga ada kickback atau imbal jasa yang diterima Nur Alam dalam pemberian tiga SK tersebut.

KPK pun menjerat Nur Alam dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

PT AHB diketahui merupakan perusahaan tambang yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara.‎‎ Perusahaan tersebut melakukan kegiatan penambangan di bekas lahan konsensi PT Inco.

PT AHB juga diketahui berafiliasi dengan PT Billy Indonesia. Hasil tambang nikel oleh PT Billy Indonesia kemudian dijual kepada Richcorp International Limited, perusahaan yang berbasis di Hongkong. Perusahaan yang bergerak di bisnis tambang tersebut kemudian diduga mengirim uang sebesar US$ 4,5 juta atau sekitar Rp 60 miliar kepada Nur Alam lewat sebuah bank di Hongkong.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya