Liputan6.com, Jakarta Berakhirnya beberapa kontrak beberapa wilayah kerja (WK) Migas menjadi momentum yang tepat untuk mengembalikan kedaulatan energi nasional. Caranya dengan menyerahkan pengelolaan WK tersebut kepada PT Pertamina.
Demikian disampaikan Ketua Komisi VII DPR Gus Irawan. “Saat ini adalah momentum yang tepat. Serahkan semua WK-WK yang berakhir masa kontraknya kepada Pertamina,” kata dia dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (15/9/2016).
Gus Irawan mengaku sangat peduli dengan kedaulatan energi. Sebab kedaulatan energi, sejatinya merupakan implementasi amanah Pasal 33 UUD 1945. Namun sayang hingga saat ini pemerintah masih belum memberikan kepercayaan itu kepada Pertamina. Padahal, saat ini Pertamina hanya mengelola tak sampai sepertiga WK yang ada di Indonesia.
Baca Juga
Advertisement
“Di Kementerian ESDM ada yang namanya Rumah Kedaulatan Energi. Tetapi di mana letak kedaulatannya?. Saya tidak mengerti dengan pemerintah tentang kemandirian. Bahkan yang saya baca, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) juga membolehkan sampai kilang-kilang dikuasai asing,” dia menjelaskan.
Dia juga mempertanyakan kekhawatiran beberapa pihak yang mengatakan jika Pertamina tidak memiliki dana. Padahal saat ini kondisi Pertamina memang sangat sehat. Tidak hanya meraup laba bersih sekitar Rp 24,5 triliun dalam semester pertama 2016, namun likuiditas Pertamina mencapai lebih dari Rp 7 triliun.
“Kalau ada yang meragukan kemampuan Pertamina, sampai kapan kita bisa benar-benar mampu? Apalagi dalam mengerjakan, tentu Pertamina bisa bekerja sama dengan pihak manapun namun Pertamina tetap menjadi leader,” tutur dia.
Sementara itu, Pengamat Hukum Energi Universitas Indonesia, Wasis Susetyo berpendapat, jika melihat dari aspek normatif dan praktis, tidak ada alasan untuk tidak menyerahkan WK tersebut kepada Pertamina.
Hal itu mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 002/PUU-I/2003 Tahun 2003 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dan juga Putusan MK Nomor Nomor 36/PUU-X/2012 tentang BP Migas. Dari putusan tersebut, semestinya tata kelola migas memang diatur secara langsung oleh negara yang pengerjaannya dilakukan oleh entitas bisnis.
“Dengan demikian, jika diterjemahkan sebagai amanah Pasal 33 ayat (2) UUD 1945, maka sangat clear, bahwa kuasa migas memang harus diserahkan kepada BUMN dan secara praktis, BUMN yang siap hanya Pertamina,” kata dia.
Dengan mengembalikan WK kepada negara dan kemudian menyerahkan kuasa pertambangan kepada Pertamina, lanjut Wasis, sesungguhnya ini berarti mengembalikan kedaulatan energi nasional. Karena saat ini saja, sebanyak 64 persen penguasaan energi dari lifting, masih dipegang asing.
“Intinya, Indonesia bukan anti asing. Tetapi pembenahannya bahwa kuasa pertambangan sebaiknya memang diberikan kepada Pertamina. Terlebih, dalam praktiknya, tentu Pertamina bisa bekerja sama dengan kontraktor asing sebagai sub kontraktor.
“Saya yakin yakin akan kemampuan Pertamina. Terlebih performa Pertamina saat ini sangat baik dan didukung dengan portofolio yang oke,” kata Wasis. (Nrm/Zul)