Komisi Penyiaran Cekal Lagu Arab Medit di Lombok

Lagu Arab Medit diprotes komunitas Arab.

oleh Hans Bahanan diperbarui 16 Sep 2016, 13:33 WIB
orang kaya Arab Saudi rela mengeluarkan banyak uang hanya untuk membeli nomor telepon seliler (Ponsel) perdana.

Liputan6.com,Mataram - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Nusa Tenggara Barat meminta semua lembaga penyiaran di daerahnya untuk tidak menayangkan video klip atau lagu daerah Lombok berjudul "Arab Medit". Lagu itu mengundang protes keras dari komunitas Arab di Kota Mataram.

"Berdasarkan aduan masyarakat, hasil pemantauan dan analisis tim monitoring, kami memutuskan untuk memberikan sanksi teguran kepada stasiun televisi yang menayangkan lagu tersebut," kata Ketua KPID Nusa Tenggara Barat (NTB) Sukri Aruman, di Mataram, dilansir Antara, Jumat (16/9/2016).

Lagu berjudul "Arab Medit" tersebut dinyanyikan penyanyi lokal Asror Zawawi dan diproduksi oleh perusahaan rekaman Sri Record. Menurut Sukri, Komunitas Arab Ampenan, Kota Mataram, melaporkan penayangan video klip lagu berjudul "Arab Medit" kepada KPID NTB dengan alasan beberapa lirik dalam lagu tersebut mengandung muatan olok-olokan kepada etnis tertentu.

Lagu tersebut juga berpotensi menyentil suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) karena menggambarkan sosok pria Arab kaya raya, tapi berperilaku buruk, yakni medit (Bahasa Sasak Lombok) yang artinya kikir atau pelit dan suka membungakan uang pinjaman.

"Lirik-lirik dalam lagu tersebut cenderung provokatif, niatnya ingin melucu dan menghibur, tapi materinya tidak tepat. Karena itu, wajar mengundang keberatan warga dari etnis tertentu yang dijadikan objek dalam lagu tersebut," ujarnya.

Dia menjelaskan dalam aturan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 SPS) yang ditetapkan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), ditegaskan bahwa lembaga penyiaran tidak boleh menyajikan program yang merendahkan, mempertentangkan dan atau melecehkan suku, agama, ras dan antargolongan yang mencakup keberagaman budaya, usia, gender dan atau kehidupan sosial dan ekonomi.

Selain itu, program siaran juga wajib memperhatikan norma kesopanan dan kesusilaan yang dijunjung oleh keberagaman khalayak, baik terkait agama, suku, budaya, usia dan atau latar belakang ekonomi.

"Di sinilah kita menuntut kecermatan dan kehati-hatian lembaga penyiaran agar melaksanakan sensor internal yang ketat terhadap apa pun materi program yang akan ditayangkan atau disiarkan," ujarnya.

Usai melayangkan teguran kepada stasiun televisi lokal Lombok TV, kata dia, pihaknya juga membuat edaran kepada seluruh lembaga penyiaran di NTB, untuk tidak menayangkan video klip lagu bermasalah baik yang bersumber dari dalam maupun luar negeri.

"Sensor internal bagi lembaga penyiaran adalah kewajiban dan rumusnya sederhana saja, cukup menghindari setidaknya lima hal yakni materi bermuatan SARA, seks, supranatural, sedih dan sadisme," ucapnya.

Sebagai catatan, KPID NTB sudah sering melakukan pencekalan terhadap penyiaran lagu atau video klip bermasalah terutama lagu daerah Sasak (nama etnis Lombok) yang tidak sedikit bermuatan olok-olokan, kata-kata kasar dan pelecehan terhadap kelompok tertentu dalam masyarakat.

Bahkan, KPID NTB diminta oleh berbagai pihak untuk melakukan sweeping terhadap maraknya peredaran VCD dengan muatan tidak pantas tersebut. Tapi hal itu menjadi domain pihak lain termasuk juga ketika beberapa produser lagu daerah di Lombok, yang meminta tanda lulus sensor, padahal itu domainnya Lembaga Sensor Film Indonesia.

"KPID NTB hanya mengawasi apa pun materi yang sudah ditayangkan lembaga penyiaran lokal," kata Sukri.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya