Liputan6.com, Abuja - Selama kampanye pemilihan Presiden Nigeria tahun 2015, mantan Presiden Goodluck Jonathan menggunakan taktik dengan mengingatkan para pemilih akan aturan ketat yang diberlakukan oleh Presiden Muhammadu Buhari, yang juga merupakan rivalnya, saat ia menjabat sebagai presiden pada 1980-an.
Gambar warga Nigeria dalam antrean panjang di bank dan halte bus serta orang-orang yang dicambuk oleh tentara Buhari sebagai bentuk "perang melawan ketidakdisiplinan" disebar tim kampanye Jonathan agar masyarakat merasa takut, sehingga tak memilih Buhari.
Advertisement
Namun kampanye anti-Buhari yang dilancarkan oleh Jonathan justru memberi efek sebaliknya. Banyak warga Nigeria memilihnya. Sifat kerasnya membuat Buhari memenangkan pemilihan presiden 2015.
Saat Buhari menjabat sebagai Presiden Nigeria pada 1980-an, ia melakukan perang melawan ketidakdisplinan. Saat ini setelah menjadi presiden kembali, dirinya meluncurkan program terbaru yang disebut dengan Change begins with me--perubahan dimulai dari diri kita sendiri.
Menurut pemerintah, program tersebut bertujuan untuk memerangi ketidakjujuran, kemalasan, korupsi yang tak terkendali, serta impunitas yang merajalela. Hal itu dimaksudkan agar rakyat Nigeria dapat mengintropeksi secara harian atas perilaku tak bermoral mereka.
Ketidakdisiplinan yang Merjalela
Banyak dari warga Nigeria yang setuju dengan pemerintah bahwa ketidakdisiplinan tersebar luas di kehidupan sehari-hari. Demikian seperti dikutip dari BBC, Jumat (16/9/2016).
Di supermarket, bank, rumah sakit, dan bioskop, orang-orang diharapkan dapat mengantre untuk mendapat giliran dilayani. Namun nyatanya, selalu saja ada orang yang menerobos antrean dan berteriak dengan menggunakan kata-kata kasar pada siapa pun yang menantangnya.
Di rumah sakit, petugas sering menerima suap dari orang-orang yang ingin memotong antrean dan melayani mereka yang bersedia membayar.
Tidak hanya antrean yang menggambarkan ketidakdisiplinan dalam kehidupan sehari-hari. Akhir-akhir ini mengemudi secara buruk dan membuang sampah sembarangan merupakan hal normal.
Selain itu, alasan seperti African time alias "jam karet" merupakan suatu penyakit di Nigeria.
Jika Anda mendapat undangan ke sebuah acara dan para pejabat diperkirakan akan datang, jangan berharap bahwa mereka akan tiba tepat waktu. Jika acara tersebut dimulai pada 13.00, maka waktu terbaik untuk ke sana adalah pukul 15.00 atau bahkan lebih lambat.
Keterlambatan dalam penerbangan domestik juga telah menjadi hal biasa. Biasanya, pesawat baru akan terbang tiga jam dari jadwal yang telah ditentukan. Masyarakat Nigeria telah terbiasa dengan hal itu dan justru terkejut jika pesawat berangkat sesuai dengan jadwal.
Di sana, Anda juga bisa melihat banyak tempat sampah yang kosong karena orang-orang lebih memilih membuang sampah di mana pun mereka suka.
Selain itu, orang-orang juga tak mematuhi rambu-rambu lalu lintas. Walaupun terdapat polisi, namun mereka "takluk" terhadap orang-orang berduit. Bukannya berperan sebagai pelindung masyarakat, mereka justru menjadi sarang korupsi.
Bahkan untuk melaporkan kejahatan, tak hanya kertas dan pena saja yang perlu Anda siapkan. Uang suap juga diperlukan untuk memastikan kasus akan diselidiki.
Di banyak kantor pemerintah, Anda harus membayar sejumlah uang untuk dapat mengurus sesuatu, seperti membarui dokumen paspor atau surat izin mengemudi.
Dari segala kesemrawutan tersebut, mampukah Presiden Nigeria membawa perubahan yang lebih baik?
Menuai Kritik
Tantangan yang Dihadapi Buhari
Saat ini tantangan yang dihadapi Buhari adalah melawan sistem yang menimbulkan ketidakpercayaan antara rakyat Nigeria dengan para pemimpin mereka.
Rakyat juga tampaknya tak terlalu antusias dengan program baru yang dicanangkan oleh Buhari. Beberapa rakyat Nigeria juga menyangkal bahwa ketidakdisiplinan adalah sebuah masalah besar. Mereka bahkan menggunakan media sosial untuk mengejek dan mengkritik rencana Buhari.
Banyak yang berkata bahwa Buhari harusnya mengubah pemerintahannya dahulu jika ingin mengubah rakyat. Mereka juga mengatakan, ia harusnya mengurangi pemborosan sumber daya publik.
Orang-orang pun menyoroti kepemilikan 10 pesawat presiden dan lingkaran dalam pemerintahan yang diduga justru memperkaya diri sendiri.
Kampanye disiplin mungkin bisa berjalan saat diterapkan pada 1980-an di mana Nigeria masih di bawah kekuasaan militer. Namun dalam kekuasaan demokratis dianggap lebih sulit untuk mendisiplinkan warga.
Saat ini, ia tak bisa memerintahkan tentara untuk mendisiplinkan PNS yang terlambat kerja dengan melakukan lompat katak, seperti yang dilakukan Buhari pada 1980-an.
Beberapa orang meyakini seharusnya pemerintah lebih mengutamakan agar bahan pangan lebih terjangkau, bukan malah membentuk pasukan untuk melawan ketidakdisiplinan.
Advertisement