Ini Dampak dari Pencetakan Uang NKRI Desain Baru

BI menganggarkan sedikitnya Rp 3,5 triliun setiap tahun untuk mencetak dan mendistribusikan uang ke seluruh Indonesia.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 18 Sep 2016, 08:04 WIB
Terpilih 10 nama pahlawan nasional yang gambarnya akan masuk ke dalam desain uang baru Republik Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia (BI) segera mencetak uang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdesain baru dengan 11 pahlawan pada uang kertas maupun uang logam. Kebijakan tersebut diyakini tidak akan berdampak positif di pasar uang.

Analis Pasar Uang PT Bank Mandiri Tbk, Reny Eka Putri mengatakan, kemunculan uang baru tanpa diikuti redenominasi atau menghilangkan angka nol di belakang tidak akan memberikan pengaruh positif di pasar uang. Hal ini sama dengan kebijakan sebelumnya mengganti uang pecahan Rp 20.000 dan Rp 10.000 dengan model terbaru.

"Kalau tujuan cetak uang baru untuk memberikan penghargaan ke pahlawan sih tidak apa. Berarti kan cuma desain baru pada uang rupiah, jadi dampaknya tidak ada, ke market juga tidak signifikan, biasa saja," ujar Reny saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Minggu (18/9/2016).

Ia menjelaskan, mencetak uang baru tanpa diiringi penarikan uang lama di masyarakat justru berimplikasi negatif. Sebab bila terlalu banyak jumlah uang yang beredar di masyarakat, maka mata uang Garuda berpotensi mengalami pelemahan dan berakibat pada kenaikan inflasi.

"Jadi uang baru yang diedarkan harus dibarengi penarikan uang lama. Karena kalau tidak, itu artinya kan menambah uang baru di pasar uang, sehingga kebanyakan uang beredar justru menyebabkan pelemahan rupiah, inflasi bisa tinggi," terang Reny.

Belum lagi investasi yang harus digelontorkan BI untuk mencetak uang baru. Untuk diketahui, BI menganggarkan sedikitnya Rp 3,5 triliun setiap tahun untuk mencetak dan mendistribusikan uang ke seluruh Indonesia.

"Biaya percetakan atau biaya operasional BI untuk mencetak uang baru ini pasti akan melonjak," kata Reny.

Dihubungi terpisah, Pengamat Valas Farial Anwar menilai, penggantian uang lama dengan uang baru sah-sah saja dilakukan pemerintah dan BI, mengingat kebijakan ini sudah menjadi keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Saya rasa dampak penerbitan uang baru ke nilai tukar rupiah maupun inflasi tidak ada. Karena BI pasti mengontrol peredaran uang kertas maupun logam, jadi pasti ada penarikan uang lama. Antara uang yang diedarkan dan penarikan jumlahnya seimbang," jelasnya.

Ia pun berpendapat bahwa, jumlah pertumbuhan uang yang beredar di masyarakat sekarang ini tidak akan seagresif dulu, sebelum BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menggalakkan uang elektronik sebagai bagian dari program cashless society.

"Penggunaan uang elektronik atau cashless society kan digenjot terus supaya mengurangi ketergantungan pada uang fisik. Jadi uang yang beredar tidak sebanyak dulu," tukas Farial. (Fik/Nrm)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya