Liputan6.com, Jakarta - Kabar mengejutkan datang dari pucuk pimpinan tertinggi salah satu lembaga tinggi negara. Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Irman Gusman diciduk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di rumah dinasnya pada Sabtu, 17 September 2016 dinihari.
Bagai petir di siang bolong, banyak pihak yang tak percaya saat pertama kali kabar tersebut beredar. Salah satu yang terguncang mendengar Irman ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK adalah Ketua Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Andi Mappetahang Fatwa atau AM Fatwa.
"Kalau sampai betul nama itu, ya betul-betul minta ampun. Itu akan jadi berita internasional kalau benar dia," kata senator asal Sulawesi Selatan tersebut, Sabtu, 17 September 2016.
Advertisement
Kekhawatiran Fatwa pun akhirnya terjawab. Beberapa jam setelah kabar tersebut beredar liar, KPK akhirnya memberi keterangan resmi. Lembaga anti rasuah itu membenarkan bahwa pihaknya telah menangkap Irman Gusman pada Sabtu, 17 September 2016 dinihari.
Irman terjaring OTT di kediamannya bersama dua pengusaha dan istri dari salah satu pengusaha.
"Dalam OTT, KPK mengamankan empat orang, yaitu saudara XSS, dirut CVSB, istri XSS, saudari MMI, saudara WS, dan Bapak IG," kata Agus Rahardjo.
Agus pun menuturkan detik demi detik penangkapan. Pada 16 September, sekitar 20.15 WIB, XSS, Dirut CV SB, istri XSS, Saudari MMI, dan Saudara WS mendatangi kediaman Irman Gusman. Pada Sabtu, 17 September 2016, pukul 00.30 WIB, ketiganya keluar dari kediaman Irman Gusman.
"Kemudian tim KPK menghampiri ke dalam mobil dan di dalam rumah, penyidik KPK meminta Bapak IG menyerahkan bungkusan yang diduga pemberian dari saudara XSS," beber Agus.
Sekitar pukul 01.00 WIB, Agus menjelaskan, penyidik KPK membawa XSS, MMI, WS dan IG ke KPK untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut.
"KPK menyita uang sebesar Rp 100 juta," tegas Agus. Uang yang seluruhnya ditemukan dalam pecahan Rp 100 ribu itu diamankan dari kamar Irman Gusman.
Dari hasil OTT itu, Agus menyebut pihaknya resmi menetapkan status tersangka kepada Irman. Uang suap Rp 100 juta itu diduga sebagai pemberian XSS untuk memuluskan impor gula.
Sementara, Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif menjelaskan Irman diduga menjanjikan kepada si penyuap soal rekomendasi kuota impor gula kepada Bulog.
Dengan rekomendasi itu, kata Laode, rencananya Irman akan memuluskan pemberian kuota impor kepada XSS. Dengan jabatan Irman sebagai Ketua DPD RI, hal itu dianggap mudah saja melakukan rencana itu.
"Rekomendasi memang tidak punya kekuatan hukum. Namun dapat mempengaruhi akan berbuat atau tidak," jelas Laode.
Tangkap Jaksa di Sumbar
Selain menetapkan Irman dan XSS, KPK juga menetapkan jaksa Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat berinisial FZL sebagai tersangka. FZl rupanya bersekongkol dengan penyuap Ketua DPD Irman Gusman, XSS, untuk meloloskan kasusnya di Pengadilan Negeri Padang.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan, penetapan FZL sebagai tersangka setelah pihaknya menggelar perkara tersebut bersama penyidik KPK.
"XSS diduga memberi uang Rp 365 juta rupiah untuk membantu mengurus perkara yang dihadapi XSS, yang sedang disidangkan di Pengadilan Negeri Padang," kata Alexander dalam konferensi pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (17/9/2016).
Alexander menjelaskan, XSS saat ini tengah terbelit kasus penjualan gula tanpa SNI (Standar Nasional Indonesia). "Namun dalam persidangan FZL juga bertindak seolah-olah sebagai penasihat hukum terdakwa XSS. Misalnya saja, dia membuatkan eksepsi untuk XSS dan mengatur saksi yang menguntungkan terdakwa," ucap Alexander.
Bantahan Palsu Irman
Saat kabar penangkapan Irman mencuat, sebuah akun Twitter, @IrmanGusman_IG, yang merupakan akun resmi Irman Gusman membuat bantahan penangkapan yang dilakukan KPK.
Akun tersebut bahkan menyebut kabar Irman sebagai sesuatu yang mengada-ada.
Dalam klarifikasinya dia mengatakan tak bisa menolak orang-orang yang datang bertamu dengan motif meminta tolong. Dia juga tidak bisa melarang tamu-tamu tersebut yang membawa "buah tangan."
"Saya tidak bisa menolak orang datang bertamu Dan minta tolong. Tapi saya juga tidak bisa melarang orang membawa sesuatu," lanjutnya, masih juga dalam serangkaian tweet di akun Twitternya.
Melanjutkan klarifikasinya itu, dia lantas menulis, bisa jadi salah satu tamunya ada yang membawa uang. "Maka terhadap tamu yang datang pada hari ini (ada beberapa), mungkin saja ada yang membawa uang. Tapi saya berhak menolak dan telah saya tolak," tulis @IrmanGusman_IG.
@IrmanGusman_IG juga menambahkan, KPK terlalu dini untuk mengumumkan status uang tersebut sebagai suap dan menetapkan dirinya, Irman Gusman, sebagai penerima suap. Beredarnya pesan melalui akun Twitter itu membuat gerah KPK. Sebab, admin akun tersebut bukanlah Irman Gusman.
KPK membenarkan pesan itu berasal dari akun Twitter resmi Irman Gusman. Namun demikian, KPK juga memastikan cuitan tersebut bukan ditulis langsung oleh Irman.
"Informasi yang beredar melalui Whatsapp, SMS dan dari media sosial (pesan pembelaan Irman Gusman). Saya tegaskan, beliau tidak miliki akses handphone (selama berada di KPK)," ujar Wakil Ketua KPK Laode Syarif dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Sabtu, 17 September 2016.
Menurut Laode, pesan tersebut ditulis oleh staf Irman Gusman. Ia pun meminta agar staf tersebut untuk tidak lagi menulis pesan-pesan bantahan yang mengatasnamakan Irman Gusman.
"Itu seperti memutarbalikkan fakta. Itu tidak betul adanya. Twitter bersangkutan yang mengoperasikan adalah staf beliau, dan saya berharap yang bersangkutan menghentikan Twitternya," ucap Laode.
Karena itu, Laode menegaskan pesan yang beredar merupakan sebuah pernyataan bohong dan bukan ditulis langsung oleh Irman. "Semua informasi yang seakan bertentangan adalah bohong adanya," pungkas Laode.
Bantahan Pengacara
Pengacara keluarga Irman Gusman, Tommy Singh, menganggap secara material kasus suap impor gula yang menyeret kliennya sedikit lucu. Sebab, kata dia, barang bukti uang Rp 100 juta yang diterima Irman sangat kecil.
"Secara materiil kasus ini buat saya sedikit lucu. Pak Irman itu di tasnya saja sering ada Rp 100 juta. Begitu kira-kira," ucap penasihat hukum Irman Gusman tersebut di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (17/9/2016) malam.
Tommy meyakini kliennya tidak terlibat dalam kasus suap tersebut. Ia bahkan mempertanyakan proses hukum yang dilakukan KPK terhadap Irman.
"Angkanya kecil sekali. Bukan kelas Pak Irman-lah, kalau kita ngomong kasar ya. Artinya angka segitu buat saya tanda tanya," ujar dia.
Advertisement
Warning KPK
Tertangkapnya Irman Gusman semakin menambah catatan hitam para pejabat tinggi negara yang tersangkut masalah korupsi. Sebelum Irman, telah ada nama mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar yang juga ditangkap KPK dalam sebuah operasi tangkap tangan.
KPK pun memberi warning kepada seluruh pejabat di negeri ini untuk tidak sekali-kali melakukan tindak korupsi dalam bentuk apa pun.
"KPK imbau para pejabat eksekutif, legislatif, yudikatif, penegak hukum, pengusaha. Tolong jangan ulangi hal seperti itu," Laode menegaskan.
Laode mengingatkan seseorang yang memangku jabatan publik telah disumpah untuk menjalankan tugasnya demi kepentingan masyarakat dan tidak melakukan korupsi. Untuk itu, dia menegaskan para pejabat negara agar tidak main-main dengan korupsi.
"Terakhir, saya harap jangan lagi. Ini penting untuk kesejahteraan rakyat. Merupakan program pemerintah. KPK prihatin dan rakyat juga prihatin," tutur Laode.
DPD Belum Bersikap
Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad menjelaskan, apa yang terjadi pada Irman tidak ada kaitannya dengan lembaga DPD. Kendati, pihaknya akan merespons kasus yang menjerat mantan pengusaha kayu itu secara etik dan kelembagaan.
"DPD tidak dalam posisi menangani isu pada masalah gula, DPD tidak mentolerir impor gula. Tentu kami kaitannya dengan etik lembaga yang berwenang, di dalam DPD sendiri nanti menyikapinya," ujar dia.
Selain itu, Farouk mengatakan, fungsi dan kinerja DPD tak akan terganggu akibat kasus yang menjerat ketuanya tersebut. DPD menyerahkan sepenuhnya proses hukum Irman kepada KPK.
"Tindakan hukum oleh KPK tidak akan mempengaruhi pelaksanaan tugas DPD, dan kami akan tetap menjalankan kewajiban secara baik, secara kelembagaan maupun perseorangan sebagaimana mestinya," tandas Farouk.