Liputan6.com, Kairo - Afrika masih kalah unggul soal kemajuan teknologi otomotif dibanding benua lainnya. Dampaknya, benua hitam ini bahkan menghasilkan tingkat emisi yang mengkhawatirkan.
Melalui laporan lembaga Public Eye sebagaimana dikutip Autoevolution, kualitas bahan bakar Diesel di negara-negara Afrika sangat buruk. Sebab memiliki kandungan sulfur yang sangat tinggi. Padahal, proses pengolahan bahan bakar untuk kawasan Afrika dilakukan oleh perusahaan Eropa, yakni Vitol, Trafigura, dan Addax & Oryx yang bermarkas di Belanda.
Perusahaan pengolah berdalih bila mereka tidak melakukan tindakan ilegal karena menyediakan bahan bakar dengan kualitas sesuai undang-undang di Afrika. Sebagai perbandingan, standar sulfur dalam solar di Eropa kurang dari 10 ppm, sementara di Afrika setidaknya 2.000 ppm.
Baca Juga
Advertisement
Lebih parahnya, beberapa negara memiliki kandungan sulfur hingga 5.000 ppm seperti di Somalia, Republik Kongo, dan yang mengejutkan hingga Mesir dan Tunisia notabene tergolong negara maju di benua itu. Salah satu alasan tetap menyediakan solar berkualitas rendah lebih karena ketidakmampuan negara-negara di Afrika melakukan penyulingan minyak.
Fakta ini menyita perhatian salah satu lembaga naungan PBB soal lingkungan, United Nations Environment Programme (UNEP) yang membujuk negara-negara Afrika untuk memperketat kandungan sulfur solar. Di sisi lain, negara di Afrika takut apabila dengan pemberlakuan standarisasi yang lebih tinggi mendorong harga minyak naik. Situasi ini dapat berimbas kepada stabilitas ekonomi yang jauh lebih besar.