Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah tipis pada perdagangan di awal pekan ini. Pelaku pasar menunggu hasil rapat Bank Sentral AS atau The Federal Reserve (The Fed) yang berlangsung pada 20 dan 21 September.
Mengutip Bloomberg, Senin (19/9/2016), rupiah dibuka di level 13.163 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 13.155 per dolar AS.
Sejak pagi hingga sing hari ini, rupiah bergerak di kisaran 13.144 per dolar AS hingga 13.178 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah mampu menguat 4,59 per dolar AS.
Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI) mematok rupiah berada di level 13.164 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan sebelumnya yang ada di angka 13.131 per dolar AS.
Baca Juga
Advertisement
Pelaku pasar terbelah antara dua kutub. Pertama memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga secepatnya. Kedua, paling cepat suku bunga akan naik pada tahun depan.
"Dengan dua kutub tersebut, dolar AS bergerak tidak terlalu agresif pada perdagangan kali ini," jelas analis JP Morgan Asset Management, Ben Mandel.
Ia melanjutkan, sebelum ada kepastian dari Bank Sentral AS, dolar AS akan terus terombang ambing dengan rentan yang tipis.
Sedangkan ekonom PT Samuel Sekuritas Rangga Cipta menjelaskan, penguatan rupiah terancam oleh penguatan dolar AS. Sentimen dari pencapaian uang tebusan tax amnesty ternyata tidak bisa mengurangi tekanan terhadap rupiah.
"Sebenarnya perubahan format pelaporan tax amnesty seakan mendongkrak uang tebusan sehingga mendorong optimisme di pasar keuangan domestik," jelas dia. Namun karena saat ini pelaku pasar lebih melihat The Fed maka rupiah tak mampu terus melaju.
Ia melanjutkan, selain The Fed dan tax amnesty, fokus pelaku pasar juga tertuju pada pertemuan BI yang diperkirakan memanfaatkan peluang pemangkasan BI rate untuk merespons inflasi yang turun di bawah 3 persen YoY bulan lalu. (Gdn/Ndw)