Liputan6.com, Jakarta - Hakim persidangan pembunuhan berencana dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso, Binsar Gultom, mencecar ahli psikologi yang dihadirkan kubu Jessica, Dewi Taviana Walida Haroen. Dia mempertanyakan gerak-gerik mencurigakan Jessica seperti yang diulas ahli-ahli sebelumnya.
Kepada Dewi, Binsar menjabarkan beberapa poin kecurigaan yang disampaikan ahli-ahli sebelumnya saat berada di Kafe Olivier, Mal Grand Indonesia, 6 Januari 2016.
Advertisement
Dimulai dari kedatangan lebih awal Jessica dan memesan tempat duduk, lalu keluar sejenak dan kembali membawa paper bag.
"Terdakwa mondar-mandir di kafe, korban belum datang dan memesan kopi terlebih dulu. Biasanya kopi bari tersaji ketika orangnya ada di tempat," beber Binsar.
Lebih rinci lagi adalah ketika Jessica duduk bergeser-geser dari pinggiran sofa ke tengah.
"Ada kesan cemas dari gestur tubuhnya," ujar Binsar.
Selesai membeberkan fakta-fakta yang diulas ahli dari jaksa penuntut, Binsar mempertanyakan adanya kemungkinan perencanaan pembunuhan seperti teori perencanaan yang diulas Dewi.
"Sudah dapat dipastikan ada perencanaan terdakwa menurut ahli?" tanya Binsar.
"Balik lagi, informasinya belum full. Sebagai ahli data kita kumpulkan semuanya, ini baru sebagian data, harus komprehensif," Dewi menjawab.
Namun, hakim Binsar tidak mendapatkan jawaban yang diinginkan. Ahli berputar-putar pada teori dan keharusan penelitian lebih lanjut.
"Saya tidak bisa menjawab," kata Dewi kepada majelis hakim.
"Dicatat juga ahli tidak bisa menjawab," Binsar memerintahkan panitera di belakangnya mencatat keterangan ahli.
Hakim Binsar lalu mencecar ahli dengan catatan pelanggaran Jessica selama di Australia. Dia juga menanyakan soal kemungkinan sianida yang didapat terdakwa dari tempat kerjanya di Australia, New South Wales Ambulance.
"Apakah Saudara dapat menyimpulkan pada kami bahwa ada relevansi pelanggaran itu dengan peristiwa ini?" tanya Binsar.
"Semua kesimpulan itu bisa jadi, banyak kemungkinan," kata Dewi menjawab pertanyaan hakim.
"Balik lagi bahwa perilaku sebelumnya, orang, siapa saja bisa, memungkinkan membunuh walaupun tidak punya niat untuk membunuh. Semua Yang Mulia ceritakan bisa saja," ujar psikolog yang baru pertama kali menjadi ahli di persidangan ini.