Liputan6.com, Jakarta - Status tersangka disandang Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman memunculkan masalah baru. Wacana perluasan kewenangan DPD pun dipertanyakan.
Peniliti LIPI Siti Zuhro menilai, perluasan kewenangan terhadap DPD secara otomatis dipertanyakan setelah kasus ini. Publik akan melihat dengan kewenangan terbatas saja DPD bisa melakukan tindakan korupsi.
Advertisement
"Ini belum diberikan otoritas kewenangan Pasal 22D masih memberikan kewenangan terbatas sudah terjadi seperti ini, apalagi kalau diberikan kewenangan. Itu pertanyaan-pertanyaan muncul, apa tidak sama sebangun dengan apa yang dilakukan oleh DPR," ujar Siti usai diskusi politik di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, Senin (19/9/2016).
Amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945 tentang tugas dan kewenangan DPD jelas menjadi pertanyaan. Urgensi dari amandemen itu semakin diragukan setelah kasus penangkapan Irman Gusman mencuat.
"Apakah perlu atau tidak perlu amandemen akan mengubah Pasal 22D itu dengan track record yang seperti ini apa sebetulnya prospeknya, prospek DPD dan kontribusi DPD terhadap perjalanan katakan otonomi daerah kita? Apakah mendorong suksesnya atau justru ini menjadi panggung baru bagi para elite aktor baik daerah maupun nasional untuk tidak beda-beda amat dengan DPR," jelas dia.
DPD sebagai institusi baru terbentuk tentu butuh perjuangan yang keras untuk mencapai kinerja maksimal. DPR sebagai institusi yang sudah berdiri sejak Indonesia berdiri masih menunjukkan kinerja mengecewakan.
"Yang sudah dilakukan oleh DPR dengan banyaknya katakan kinerja-kinerja yang sangat mengecewakan masyarakat khususnya dari DPR itu tidak boleh menjalani suatu proses pembelajaran yang cepat tangkap, sehingga dipastikan tidak adanya soliditas di dalamnya," pungkas Siti.