Liputan6.com, Jakarta Setelah perombakan besar-besaran di tubuh Badan Pengusahaan (BP) Batam April lalu, kawasan perdagangan bebas Batam mulai unjuk gigi untuk kembali menarik investasi. Setelah enam bulan bekerja dan memberlakukan Izin Investasi 3 Jam, usaha pun membuahkan hasil. Investor asal Singapura, PT Enerco RPO Internasional menanamkan modalnya dengan pembangunan kilang minyak senilai hampir US$ 100 juta.
BP Batam menandatangani nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) dengan Enerco RPO Internasional selaku investor dan PT Kabil Citranusa selaku pemilik Kawasan Industri Terpadu Kabil.
Advertisement
Penandatangan nota kesepahaman ini dilakukan oleh Kepala BP Batam Hatanto Reskodipoetro dengan Komisaris Enerco RPO Internasional Hendro Sutandi. Disaksikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution dan Duta Besar Singapura untuk Indonesia Anil Kumarnayar di kantor Kemenko Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin (19/9/2016).
Menko Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengungkapkan, pemerintah telah menempuh jalur yang benar terhadap Batam. Upaya tersebut meliputi pembubaran otorita Batam, pembentukan dewan kawasan, perombakan BP Batam dan menjadikan Batam sebagai wilayah Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
"Sudah terlalu lama Batam tidak begitu menarik bagi investor. Dengan upaya yang sudah dilakukan enam sampai tujuh bulan ini, saya percaya kita telah menempuh jalur yang tepat. Kita sedang persiapkan Batam menjadi KEK," jelasnya.
Menurut Darmin, masih banyak yang harus diselesaikan BP Batam terutama persoalan tanah. "Diharapkan BP Batam bukan hanya mewujudkan Batam menjadi kawasan menarik bagi investor," ujar Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) itu.
Kepala BP Batam Hatanto menambahkan, BP Batam selama ini telah bekerja keras meningkatkan efisiensi dalam proses perizinan, seperti kemudahan berusaha dan penyediaan lahan.
"Ini adalah investasi pertama kali yang masuk dan memanfaatkan Izin Investasi 3 Jam. Ini juga investasi pertama dalam enam bulan kita bekerja. Kalau Izin Investasi 3 Jam kan baru kita luncurkan satu bulan lalu," terangnya.
Ia berharap, setelah penandatanganan nota kesepahaman investasi ini, diikuti investor lainnya yang berminat menanamkan modalnya di Batam.
"Langkah berikutnya meningkatkan kapasitas pelabuhan dan bandara, jadi kegiatan mendatangkan barang bisa lebih efisien dengan infrastruktur tersebut," ujar Hatanto.
Melalui program KILK (Kemudahan Investasi Langsung Konstruksi), BP Batam akan memfasilitasi semua proses perizinan yang dibutuhkan Enerco agar dapat segera melaksanakan konstruksi pembangunan Kilang TDAE (Treated Distillate Aromatic Extract) di Batam, sementara proses pengurusan dokumen tetap berjalan sesuai dengan aturan yang berIaku.
Terkait proyek ini, investasi yang dikeluarkan mencapai sekitar US$ 98 juta, terdiri dari biaya Investasi dan modal kerja yang sepenuhnya didukung oleh investor swasta nasional.
"Pekerjaan engineering telah dimulai sejak Oktober 2015 sehingga pekerjaan pengadaan barang dan konstruksi diharapkan dapat segera dimulai dan ditargetkan akan selesai pada akhir 2017," kata Komisaris Enerco RPO Internasional, Hendro Sutandi.
Kilang TDAE ini akan dibangun di Kawasan lndustri Terpadu Kabil, Batam di atas lahan seluas 2,3 hektar. Lokasi Kilang di Batam ini secara geografis sangat strategis, di mana armada tanker akan dipersiapkan langsung dari Batam ke wilayah Indonesia dan negara tujuan ekspor di Singapura, China, Korea, Jepang dan India.
Selain itu juga akan dipersiapkan sistem logistik untuk mendukung kelancaran distribusi produk TDAE dalam rangka memenuhi kebutuhan industri ban dan karet sintetis di dalam maupun di luar negeri.
Pemilihan lokasi di Batam ini juga didorong oleh adanya kebijakan Pemerintah Indonesia tentang sistem bebas perpajakan yang berlaku di Batam. Serta adanya kebijakan dari BP Batam dan Pemerintah daerah setempat yang memberi banyak kemudahan untuk proses perizinan usaha dan pembangunan kilang.
Selain itu, Batam dianggap area yang tepat karena faktor tersedianya lahan dan infrastruktur yang memadai di dalam Kawasan lndustri Terpadu Kabil. Semua faktor ini, diharapkan akan membuat produk TDAE dari Enerco mampu bersaing di pasar global.
Kilang TDAE ini dirancang dengan kapasitas produksi lebih dari 100.000 ton TDAE per tahun. Investasi ini menggunakan teknologi berbasis Hak Paten Proses yang dimillki oleh perusahaan swasta nasional bekerjasama dengan salah satu BUMN terkemuka di Indonesia.
Dalam proses pembangunan kilang, Enerco bekerjasama dengan beberapa perusahaan engineering dan manufacturing asal Eropa untuk pembangunan kilang TDAE. Selain itu, Enerco telah bekerjasama dengan ExxonMobil untuk pasokan bahan baku dari kilang mereka yang berlokasi di Singapura.
Hendro menambahkan, kilang ini akan memproduksi minyak proses yang ramah lingkungan dan memenuhi persyaratan kesehatan (non-karsinogenik), yaitu Rubber Process Oil (RPO) jenis TDAE yang akan digunakan sebagai salah satu bahan baku untuk pembuatan ban berstandar internasional (High Performance Tyre).
"Kilang TDAE ini akan menjadi yang pertama di Indonesia sekaligus terbesar di kawasan Asia," tegas Hendro.