Usul Otoritas Bursa Genjot Tax Amnesty untuk SPV

Dalam regulasi yang ada wajib pajak mesti membubarkan perusahaan dengan tujuan tertentu atau special purpose vehicle (SPV).

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 20 Sep 2016, 13:54 WIB
Suasana di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (2/11/2015). Pelemahan indeks BEI ini seiring dengan melemahnya laju bursa saham di kawasan Asia serta laporan kinerja emiten triwulan III yang melambat. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah dianggap perlu memberikan kelonggaran terhadap wajib pajak yang memiliki perusahaan dengan tujuan tertentu atau special purpose vehicle (SPV) supaya ikut tax amnesty. Lantaran dalam regulasi yang ada wajib pajak mesti membubarkan SPV untuk ikut tax amnesty.

Ketentuan tersebut tertuang pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127/PMK.010/2016 tentang Pengampuanan Pajak Berdasarkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak bagi Wajib Pajak yang Memiliki Harta Tidak Langsung Melalui Special Purpose Vehicle.

Pada pasal 5 tertulis, wajib pajak yang menyampaikan surat pernyataan dengan mengungkapkan seluruh harta yang dimiliki wajib pajak harus membubarkan atau melepaskan hak kepemilikan atas SPV dengan pengalihan hak atas harta.

Lebih lanjut, pada pasal 5 ayat 1 (a) harta atas nama SPV diubah menjadi atas nama wajib pajak yang menyampaikan surat pernyataan. Pada pasal 5 ayat 1 (b) harta yang semula atas nama SPV diubah menjadi atas nama badan hukum di Indonesia melalui proses pengalihan harta menggunakan nilai buku.

Direktur utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio mengatakan, pembubaran SPV berisiko terhadap pada wajib pajak yang telah memiliki utang.

"Kalau SPV bubar utangnya default itu problem pertama," kata dia di Gedung BEI Jakarta, Selasa (20/9/2016).

Risiko lain, lanjut dia, wajib pajak harus melakukan tender offer. Dia menerangkan, di beberapa negara untuk pergantian nama mewajibkan adanya tender offer.

"Kedua ada beberapa pengusaha punya saham, punya SPV di Hong Kong. Di sana aturannya mereka punya saham 20 persen, kalau di atas 20 persen harus tender offer kalau ganti nama," jelas dia.

Tito menuturkan, hal tersebut membuat wajib pajak bingung. Dia bilang sebaiknya status SPV tak seharusnya dibubarkan.

"Saya dengar dua hal ini karena memang kalau tidak diubah orang mereka bingung. Mereka siap lapor bayar 4 persen akan tetapi pada dasarnya akan tetap bisa dipakai SPV. Kalau bayar 4 persen kenapa harus ganti nama boleh di sana," ujar dia. (Amd/Ahm)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya