Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat, Fahrizal. Tersangka dugaan penerima suap terkait sidang perkara kuota distribusi gula impor non-SNI di Pengadilan Negeri Padang, Sumateta Barat itu memenuhi panggilan tersebut siang ini.
Tiba di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (21/9/2016), Farizal mendapat pengawalan empat jaksa dari Kejaksaan Agung.
Advertisement
Pada pemeriksaan perdananya sebagai tersangka, Farizal enggan menjawab pertanyaan awak media. Dia memilih langsung masuk ke lobi Gedung KPK.
Farizal dibawa langsung dari Kejaksaan Agung. Sebab sejak Senin 19 September 201, dia menjalani pemeriksaan etik oleh Jaksa Muda Bidang Pengawasan Kejaksaan Agung.
Farizal diduga menerima suap Rp 365 juta dari Xaveriandy terkait perkara kuota distribusi gula impor non-SNI itu. Farizal yang merupakan pendakwa Xaveriandy Sutanto, justru membantu Direktur Utama CV Semesta Berjaya tersebut. Dia membuatkan eksepsi dan mengatur saksi-saksi yang menguntungkan.
Oleh karena itu, KPK kemudian menjerat Xaveriandy selaku pemberi suap dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan Farizal sebagai penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor.
Sebelum menetapkan keduanya sebagai tersangka, KPK telah melakukan penyelidikan terlebih dahulu. Dari pengembangan yang didapat, KPK mendapat informasi yang berhubungan dengan mantan Ketua DPD RI, Irman Gusman.
Pada pengembangan itu pula, Satgas KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Rumah Dinas Ketua DPD RI, kawasan Widya Candra, Jakarta. Tim pun mengamankan sejumlah orang dengan barang bukti uang yang diduga suap sebesar Rp 100 juta.
KPK kemudian menetapkan tiga orang sebagai tersangka hasil OTT tersebut. Ketiganya, yakni Ketua DPD RI, Irman Gusman serta Direktur Utama CV Semesta Berjaya, Xaveriandy Sutanto dan istrinya, Memi. Irman diduga menerima suap Rp 100 juta dari Xaveriandy dan Memi sebagai hadiah atas rekomendasi penambahan kuota distribusi gula impor untuk wilayah Sumatera Barat tahun 2016 dari Bulog kepada CV Semesta Berjaya.
Irman selaku penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Sementara Xaveriandy dan Memi sebagai pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.