Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) melalui anak perusahaannya PT Pertamina Hulu Energi (PHE) sedang melaksanakan proyek EPCI-1. Proyek ini pengembangan lapangan terintegrasi di lepas pantai (offshore) PHE-12 dan PHE-24.
Presiden/GM PHE WMO Sri Budiyani mengatakan, proyek tersebut diinisiasi sejak 2015 di wilayah kerja PT Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO). Peresmian proyek ditandai dengan peluncuran anjungan (platform) PHE-24 dari Cilegon.
"Diperkirakan anjungan tersebut akan diluncurkan dalam dua sampai tiga hari ke depan," kata Sri, di Jakarta, Rabu (20/9/2016).
Anjungan ini akan menempuh perjalanan laut sekitar 6 hari sebelum ditambatkan di 50 mil lepas pantai Bangkalan, Madura. Setelah peluncuran anjungan PHE-24, akan disusul peluncuran anjungan PHE-12 pada akhir September 2016 dan anjungan deck CPP-2 pada pertengahan Oktober 2016.
Baca Juga
Advertisement
Ketiga fasilitas produksi ini akan ditambatkan sekitar 55-70 meter di atas permukaan laut dan diharapkan bisa selesai terpasang pada akhir November 2016.
Untuk melengkapi fasilitas produksi tersebut juga telah dimulai pipa bawah laut dengan panjang secara keseluruhan sekitar 19,5 km. Fasilitas itu menyalurkan produksi minyak dan gas bumi dari lapangan PHE-12 dan PHE-24 dengan terintegrasi.
Sejak dimulai hingga saat ini, kegiatan EPCI-1 telah mencatatkan sekitar 2,5 juta jam-kerja selamat (Nihil Lost Time Incident).
Diharapkan kegiatan EPCI-1 dapat diselesaikan pada Februari 2017. Proyek EPCI-1 mulai memproduksi minyak sekitar 1.000 barel per hari sampai puncaknya 2.900 barel per hari yang dicapai pada Mei 2017.
Untuk sumur gas bumi berproduksi 10 MMSCFD mulai Juni 2017 dan mencapai puncaknya 14,1 MMSCFD pada Juli 2017 sesuai target SKK Migas. Setelah itu baru, penuntasan proyek EPCI-2 yang terdiri dari anjungan PHE-48 dan PHE-7.
Tahap pengembangan lapangan selanjutnya di wilayah kerja WMO akan dimulai pada awal 2018 melalui proyek EPCI-2 lapangan PHE-48 dan PHE-7. Terlaksananya proyek EPCI-1, diharapkan kembali terjadi peningkatan produksi 5-7 ribu barel setiap tiga bulan hingga lima tahun ke depan.
"Dengan demikian laju penurunan alamiah di blok yang rata-rata mencapai 50-60 persen per tahun sampai dengan tahun 2015, maka mulai 2016 ini bisa ditahan hingga sekitar 10 persen," kata Sri. (Pew/Ahm)