Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati memperkirakan potensi defisit fiskal bakal mencapai 2,7 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDb) di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016. Dengan pembengkakan defisit tersebut, dibutuhkan tambahan pembiayaan dari utang sekitar Rp 44 triliun.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (DJPPR) Kemenkeu, Robert Pakpahan mengaku telah menghitung potensi tambahan pembiayaan akibat pelebaran defisit menjadi 2,7 persen terhadap PDB.
Advertisement
"Kalau defisit anggaran jadi 2,7 persen dari PDB, maka tambahan pembiayaan mencapai Rp 27 triliun di 2016. Itu dihitung dari perkiraan defisit 2,5 persen di APBN-P 2016," terangnya saat Konferensi Pers di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Rabu (21/9/2016).
Pemerintah sebelumnya memperkirakan pelebaran defisit menjadi 2,5 persen dari PDB dengan kebutuhan pembiayaan sebesar Rp 17 triliun di APBN-P 2016. Dengan proyeksi defisit tersebut, penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) gross mencapai Rp 628 triliun.
Sedangkan di APBN-P 2016 induk defisit fiskal dipatok pemerintah dan DPR 2,35 persen dari PDB. Dengan demikian, jika defisit lari ke 2,7 persen dari PDB, maka pemerintah akan menambah pembiayaan dari utang senilai Rp 44 triliun.
"Kita akan penuhi pembiayaan tersebut dari lelang surat utang dalam rupiah di dalam negeri. Tidak diterbitkan dalam valuta asing di luar negeri. Kalau ada tawaran private placement ditampung," paparnya.
Robert menjelaskan, pemerintah masih memiliki waktu hingga akhir tahun untuk menerbitkan surat utang. Bahkan dari proyeksi penerbitan SBN gross Rp 628 triliun, sambungnya diperkirakan selesai pada minggu pertama November 2016.
"Jadi kalau ada tambahan pembiayaan lagi, kita masih punya waktu. Ini juga kita tertolong dari pelaksanaan front loading (penarikan utang di awal tahun) yang sudah dilakukan. Tapi mudah-mudahan defisit anggaran tidak sampai 2,7 persen," pungkas Robert.