Demonstrasi di North Carolina Tewaskan 1 Orang Pengunjuk Rasa

Menurut polisi Charlotte, pria pengunjuk rasa itu tertembak selagi melakukan unjuk rasa, tapi bukan oleh polisi.

oleh Alexander Lumbantobing diperbarui 22 Sep 2016, 10:52 WIB
Menurut polisi Charlotte, pria pengunjuk rasa itu tertembak selagi melakukan unjuk rasa, tapi bukan oleh polisi. (Sumber Sean Rayford/AFP)

Liputan6.com, Charlotte - Unjuk rasa di North Carolina, Amerika Serikat, yang awalnya dilakukan secara damai, dalam dua malam berubah menjadi kerusuhan. Dikabarkan ada seorang pria yang tertembak hingga meninggal dunia, setelah unjuk rasa damai berubah menjadi ganas.

Menurut polisi Charlotte, pria itu tertembak selagi melakukan unjuk rasa, tapi bukan oleh polisi.

Komandan polisi Kerr Putney membenarkan bahwa orang tersebut sudah meninggal, tapi tidak disebutkan identitasnya. Saat kejadian, ia berada di sekitar hotel mewah di pusat kota.

Setelah penembakan, para pengunjuk rasa mulai melempari botol, tanah, dan petasan ke arah para petugas. Polisi membalas menggunakan granat kejut dan gas air mata hingga membubarkan kerumunan ratusan orang.

Dikutip dari news.com.au pada Kamis (22/9/2016), ada beberapa kelompok yang terus berkeliaran di kota dengan diikuti polisi yang berseragam anti huru-hara lengkap.

Layanan medis kota mengatakan telah menangani 8 pasien, terdiri dari 7 petugas dan 1 orang warga sipil.

Menurut laporan Daily Caller, setelah diserbu dengan gas air mata, seorang pengunjuk rasa bahkan terdengar sesumbar dalam siaran Facebook Live, "Kami melawan seperti Taliban!"

Menurut polisi Charlotte, pria pengunjuk rasa itu tertembak selagi melakukan unjuk rasa, tapi bukan oleh polisi. (Sumber Brian BlancoAFP)

Menurut kepala polisi, Keith Lamont Scott (43) tertembak setelah para petugas melihatnya bersenjata dan menjadi ancaman keselamatan petugas.

Kepala polisi Kerr Putney juga seorang berkulit hitam. Ia menjelaskan bahwa petugas yang melepaskan tembakan, Brentley Vinson, juga seorang Afrika-Amerika.

Namun demikian, para tetangga dan orang-orang yang mengaku menyaksikan kejadian itu membantah pernyataan resmi. Mereka yakin bahwa penembakan ini merupakan contoh terkini kekerasan polisi yang berdampak secara tidak proporsional kepada masyarakat kulit hitam.

Unjuk Rasa Damai Berubah Rusuh

Suatu doa bersama terkait penembakan fatal dengan cepat menjelma menjadi barisan unjuk rasa di seantero pusat kota dan menjadi rusuh sehingga menewaskan satu orang.

Beberapa ratus pengunjuk rasa marah dan berseru-seru, "Angkat tangan. Jangan tembak" dan "Nyawa warga kulit hitam berharga."

Para pengunjuk rasa kemudian menghadapi polisi berseragam lengkap di hotel Ritz. Petugas menembakkan gas air mata untuk membubarkan kerumunan.

Menurut polisi Charlotte, pria pengunjuk rasa itu tertembak selagi melakukan unjuk rasa, tapi bukan oleh polisi. (Sumber AFP)

Seorang pria terjerembab ke tanah sehingga bercak darah berlumuran di jalur pejalan kaki. Regu pemadam kebakaran kemudian bergegas menarik orang itu ke ambulans yang sedang menunggu.

Polisi bersepeda mengelilingi genangan darah di tanah, sementara beberapa orang melempari botol dan debu tanah ke arah polisi.

Sekelompok orang berhasil merusak sebuah SUV polisi ketika ketegangan meningkat.


Saling Bantah

Rasa curiga menyelimuti kawasan tempat Scott tertembak mati. Kawasan tersebut kebanyakan berisi warga kulit hitam. Apalagi karena adanya beberapa insiden terbunuhnya warga Afrika Amerika oleh polisi kulit putih dalam beberapa tahun belakangan ini.

Warga mengatakan bahwa Scott melakukan apa yang biasanya dia lakukan pada sore hari sekolah, yaitu membaca buku sambil menunggu putranya keluar dari bus sekolah di kompleks perumahan Village at College Downs.

Menurut polisi Charlotte, pria pengunjuk rasa itu tertembak selagi melakukan unjuk rasa, tapi bukan oleh polisi. (Sumber AFP)

Dua wanita yang mengaku menyaksikan peristiwa mengatakan bahwa kepemimpinan polisi telah berbohong tentang kejadian maut ini.

Beberapa orang lain yang berkumpul di tempat kejadian penembakan juga bersikukuh bahwa Scott sedang memegang sebuah buku, bukan senjata api. Bahkan polisi yang menembak juga berkulit putih, bukan berkulit hitam.

Polisi mengatakan tidak ditemukan ada buku di tempat kejadian, tapi cerita itu sudah merebak di kalangan masyarakat berkulit hitam.

Taheshia Williams, yang putrinya bersekolah bersama dengan putra Scott, mengatakan, "Seorang petugas kulit putih berkepala botak menembak pria itu."

Mengenai sangkaan Scott sedang memegang pistol, ia mengatakan kepada wartawan, "Itu bohong. Mereka mengambil bukunya dan menggantinya dengan pistol supaya pria itu disangka melakukan sesuatu yang tidak dia lakukan."

Taheshia Williams menegaskan bahwa ia yakin Scott telah patuh kepada perintah polisi untuk keluar dari mobil dan berjalan ke bagian belakang mobil.

"Ternyata kepatuhan malah membuat orang terbunuh. Karena kejadiannya begitu."

Seorang wanita lain yang tidak ingin disebutkan namanya juga bersikukuh bahwa seorang petugas berkulit putihlah yang melepaskan tembakan dan Scott tidak bersenjata.

Kata wanita sambil menunjuk ke apartemen tingkat 3 dengan pandangan ke tempat kejadian, "Saya melihatnya dari balkon."

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya