Liputan6.com, Jakarta- Penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dit Tipidum) Bareskrim Polri berencana melakukan upaya paksa memeriksa para tersangka kasus dugaan penipuan terhadap 177 WNI calon jemaah haji yang ditangkap otoritas imigrasi Filipina. Tercatat sudah ada sembilan tersangka, satu di antaranya adalah warga negara Malaysia.
Kanit III Subdit V Dit Tipidum Bareskrim Polri, AKBP Dwi Kornansiwaty mengatakan upaya paksa itu akan dilakukan dalam waktu dekat. "Sesegera mungkin kita lagi proses melakukan upaya paksa," kata Dwi di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis, 22 September 2016.
Advertisement
Namun demikian, Dwi enggan menyebutkan apakah penyidik sudah melayangkan panggilan terhadap sembilan tersangka tersebut. "Itu kan teknis nanti rahasia proses penyidikan. Jadi belum bisa disampaikan ya terhadap sembilan tersangka di mana salah satunya WNA," kata dia.
Dari sembilan tersangka tersebut delapan di antaranya adalah warga Indonesia. Sementara satu orangnya lagi merupakan warga negara Malaysia berpaspor ganda Malaysia-Filipina.
"Jadi tersangka WNI ini masih ada yang berada di Filipina. Nah di sana ada enam orang pemilik travel jadi di antara travel itu ada yang dua tersangkanya. Kemungkinan itu bisa berkembang lagi karena proses penyidikan kan masih berlangsung," tutur Dwi.
Sebelumnya, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri terus mendalami kasus pemalsuan terhadap 177 Warga Negara Indonesia (WNI) calon jemaah haji, yang menggunakan jalur ilegal di Filipina. Usai menetapkan 8 tersangka, penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dit Tipidum) Bareskrim kembali menetapkan satu tersangka.
"Ada sembilan tersangka saat ini," ucap Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Agus Andrianto, ketika dikonfirmasi, Senin 19 September 2016 lalu.
Menurut Agus, sebenarnya penetapan satu tersangka ini cukup mengalami perdebatan. Sebab, dari tujuh WNI yang sudah tertangkap, ada diduga istri salah satu tersangka juga terlibat.
"Kemarin, kita agak sangsi, masa suami istri mau dimasukin? Tapi perannya sama juga, sebagai perantara. Sehingga keputusannya enggak bisa dilepas," tandas Agus.