Liputan6.com, Jakarta Salah satu masalah yang paling membuat frustrasi para orangtua di era modern ini adalah ketergantungan anak pada teknologi. Teknologi yang jangka waktunya tergolong paling lama membuat anak ketagihan adalah televisi.
Baca Juga
Advertisement
Dilansir dari berbagai sumber, Rabu (28/9/2016), statistik menunjukkan bahwa anak kisaran umur 5-18 tahun umumnya menghabiskan waktu lebih dari dua jam setiap hari untuk menonton televisi.
Saluran TV ABC yang memiliki program khusus untuk anak turut membuktikan hal tersebut. Sebanyak 56 persen dari total 18 ribu anak yang dipantau secara saksama durasi menontonnya, terbukti telah menghabiskan waktu lebih dari dua jam menatap layar televisi setiap hari.
Survei lainnya yang melibatkan 2.620 anak di Australia dengan kisaran umur 8-16 tahun, juga membuktikan hal serupa.
Menanggapi situasi yang memprihatinkan ini, The American Academy of Pediatrics (AAP) berupaya untuk menerapkan peraturan khusus untuk membatasi durasi anak menonton televisi dan mencegah mereka menyaksikan tayangan yang belum layak ditonton di usia mereka.
Pada dasarnya, institusi ini berniat untuk membantu orangtua dan individu-individu yang bergerak di bidang pendidikan anak. AAP mengimbau sekaligus mengarahkan agar anak mereka tidak menjadi korban ketagihan teknologi.
Selain itu, AAP juga menegaskan pentingnya bagi para orangtua memperhatikan jenis tayangan lewat konten yang ditawarkan. Dewasa ini, semakin banyak anak yang sudah mengenal kekerasan atau seksualitas sejak usia dini lantaran tontonan mereka jarang dikendalikan oleh orangtua.
Fakta ironis
Sayangnya, di era modern di mana teknologi sudah mulai berkembang dan hadir dalam bentuk lainnya, pengarahan AAP seolah tidak ada maknanya lagi.
Ini berarti orangtua harus lebih banyak berperan dalam mendidik anak agar terhindar dari potensi kecanduan teknologi. Larang anak membawa handphone ke sekolah, libatkan dirinya dalam aktivitas kesenian atau olahraga sepulang sekolah, terapkan peraturan tidur siang agar tak ada waktu gunakan teknologi, daftarkan anak les di luar sekolah untuk menambah teman baru, kendalikan konten yang ia bisa tonton di televisi atau pun di perangkat teknologi lainnya, kontrol penggunaan pulsa handphone-nya, matikan listrik agar dirinya tidak bisa menonton televisi atau menggunakan wifi saat menolak untuk belajar dan lebih sering ajak anak berdiskusi atau main yang membutuhkan gerakan seluruh tubuh.
Hal-hal tersebut merupakan langkah penting untuk bantu cegah anak dari potensi kecanduan teknologi. Tentunya tidak sedikit jumlah orangtua yang sudah berupaya melakukan sebagian besar hal yang telah dijabarkan itu.
Namun, terkadang upaya tersebut sia-sia seiring dengan perkembangan zaman. Otak anak pun turut berkembang dan semakin bisa mengakali hal-hal tersebut guna mendapatkan keinginan mereka.
Oleh karena itu, sudah saatnya orangtua beralih ke solusi lainnya, yaitu memancing kesadaran diri anak. Kedua orangtua harus memperkenalkan anak pada konsep kesadaran diri yang mana termasuk penjelasan seputar dampak buruk penggunaan teknologi melampaui batas terhadap kesehatan fisik dan psikisnya dan pengaruhnya terhadap manajemen waktu dalam keseharian mereka.
Sering kali orangtua hanya mengandalkan instruksi pelarangan menonton televisi atau penggunaan teknologi untuk membuat anaknya berhenti. Instruksi dan amarah bukan cara efektif untuk menghentikan mereka.
Namun, penjelasan lebih lanjut atau alasan jelas di balik pelarangan itu akan membuat sang anak setidaknya berpikir. Kerugian yang orangtua jelaskan seputar penggunaan teknologi berlebihan mungkin membuat sang anak berpikir dua kali untuk meneruskan pola penggunaan yang buruk.
Selain itu, penjelasan yang tiada henti dilontarkan akan membantu mereka menyadari pentingnya keterampilan menyeimbangkan hidup.
Advertisement