Liputan6.com, Jakarta - Pada tahun 1956, sinema Jepang meroket setelah film bertajuk Seven Samurai (Shichinin no Samurai) dirilis. Empat tahun kemudian, Hollywood mengadaptasi kisah tersebut dalam format Western (koboi) dengan judul The Magnificent Seven.
Setelah 56 tahun berlalu, versi baru The Magnificent Seven digarap dan kini telah tayang di bioskop-bioskop Indonesia. Sementara alur cerita versi klasik dibuat berbeda dari Seven Samurai, maka daur ulangnya ini lebih mengikuti unsur yang ada dalam film Jepang besutan sineas Akira Kurosawa itu.
Baca Juga
Advertisement
Mengingat The Magnificent Seven versi klasik, memang film karya sutradara John Sturges itu tidak mendulang pendapatan yang tinggi di box office. Malah penghasilannya terbilang gagal. Namun, tentu kita sangat mengenal musik tema pembukanya yang terbilang legendaris dan sempat menjadi nominee Piala Oscar.
Tanpa harus membeberkan spoiler film klasiknya, versi baru The Magnificent Seven ini tetap setia pada konsep dasar ceritanya: Tujuh orang yang terdiri dari penembak jitu dan petualang, berusaha membebaskan sebuah desa dari cengkeraman sekelompok orang-orang lalim.
Satu hal yang membuat The Magnificent Seven versi baru ini terasa segar adalah banyaknya lawakan yang disuguhkan oleh Chris Pratt selaku salah satu dari tujuh aktor utama.
Harus diakui, watak ketujuh karakter utama yang juga dimainkan Denzel Washington, Ethan Hawke, Vincent D'Onofrio, Byung-hun Lee, Manuel Garcia-Rulfo, dan Martin Sensmeier, ditampilkan dengan menarik oleh masing-masing aktor tersebut.
Peran Peter Sarsgaard sebagai Bartholomew Bogue, seorang pengusaha yang bengis, membuat perseteruan antara penduduk desa dan Bogue dalam film ini lebih masuk akal ketimbang versi klasik. Di sini, penonton dibuat geregetan oleh aktingnya yang sangat kental dengan sifat antagonis.
Adegan tembak-tembakan dan pertarungan yang menjadi andalan The Magnificent Seven juga ditampilkan dengan sangat baik dan berani di film ini. Konsep strategi serta kerjasama tim yang disajikan, mengingatkan kita pada Seven Samurai. Formula beberapa karakter yang kehilangan nyawanya dikemas dalam adegan yang lebih dramatis ketimbang versi klasik.
Namun sayangnya, pembangunan chemistry antar karakter utama dalam film ini dibuat kurang mendalam dan digambarkan terlalu cepat. Sehingga, ada kesan kalau interaksi dan pertemuan mereka bertujuh saat akan membentuk sebuah tim agak dipaksakan.
Ditambah lagi, sejak awal hingga akhir cerita, kita hanya melihat film ini sebagai sebuah karya action dan thriller yang tak dikemas secara istimewa. Drama dalam film ini terkesan lebih monoton ketimbang versi terdahulu bahkan hingga Seven Samurai sekalipun.
Meskipun begitu, tak ada salahnya kalau kita menyaksikan The Magnificent Seven sebagai hiburan seru di akhir pekan. Film ini juga berhasil membawa semangat versi klasiknya dengan musik temanya yang tak jauh berbeda dari aransemen lama.