Para Ilmuwan Singkap Rahasia Manuskrip Kuno yang Gosong

Kemajuan teknologi memungkinkan peneliti mengutak-atik manuskrip-manuskrip kuno ringkih, namun tetap menjaga keutuhannya.

oleh Alexander Lumbantobing diperbarui 24 Sep 2016, 17:27 WIB
Kemajuan teknologi memungkinkan peneliti mengutak-atik manuskrip-manuskrip kuno ringkih secara non-invasif demi menjaga keutuhannya. (Sumber Science Advances)

Liputan6.com, Tel Aviv - Pada 1970, para ahli arkeologi melakukan ekskavasi situs sinagog purba di Israel dan menemukan bongkah silindris gosong yang tampak seperti sisa-sisa gulungan naskah.

Dokumen yang terbuat dari lembaran kulit hewan ini terbakar parah. Benda itu sudah sangat ringkih sehingga menyentuh permukaannya saja dapat meluruhkannya, apalagi membukanya.

Para peneliti yang penasaran seakan putus harapan untuk bisa membaca isi gulungan manuskrip yang dikenal dengan sebutan Gulungan Ein Gedi itu.

Untunglah, baru-baru ini para peneliti berhasil menggunakan teknologi pencitraan sinar X khusus. Dengan demikian, tim ilmuwan University of Kentucky berhasil menciptakan citra tulisan yang ada dalam gulungan itu tanpa membukanya atau menyentuhnya sama sekali.

Dikutip dari laman NPR pada Sabtu (24/9/2016), temuan tersebut dipaparkan para Rabu lalu dalam jurnal Science Advances.

Kemajuan teknologi memungkinkan peneliti mengutak-atik manuskrip-manuskrip kuno ringkih secara non-invasif demi menjaga keutuhannya. (Sumber Leon Levy Dead Sea Scrolls Digital Library)

Penanggalan karbon radio menengarai dokumen itu ditulis pada Abad ke-3 atau 4, setelah Gulungan Laut Mati dan sebelum temuan cuplikan kitab di Mesir.

Tulisan di dalamnya menggunakan bahasa Ibrani dan terungkap lah bahwa Gulungan Ein Gedi berasal dari kitab Imamat. Menurut para penulis penelitian, temuan itu merupakan gulungan tertua Perjanjian Lama yang pernah ditemukan di ruang suci suatu sinagog.


Pembacaan Secara Virtual

Tim peneliti mengistilahkan teknik rekonstruksi citra itu sebagai "buka bungkus secara virtual" dan mencakup 4 langkah komputasi.

Pertama, tim melakukan pemindaian gosongan itu dengan tomografi berbantu mikrokomputer. Cara ini non-invasif ini merupakan salah satu teknik Sinar-X.

Walaupun tidak menyentuh bendanya, benda penelitian harus sempat dipegang secara fisik ketika menempatkannya, jadi tetap harus hati-hati. Para kurator dari Israel Antiquities Authority membantu dalam hal ini.

Kata William Searles, "Para kurator melakukan tugas penanganan benda-benda, dan merekalah pakarnya."

Setelah selesai, gulungan itu dikembalikan ke dalam penyimpanan pelindungnya.

Berikutnya, para tim itu melakukan analisa data Sinar-X untuk mengurai di ujung awal dan ujung akhir gulungan tersebut. Lapisan-lapisan gulungan itu sudah rusak dan memiliki ketebalan yang berbeda.

Tim itu menciptakan algoritma komputer untuk menduga bentuk masing-masing lapisan dan membandingkan dengan data untuk menduga di mana ujung awal dan akhir yang sebenarnya.

Proses dilakukan berulang hingga "permukaannya menjadi rinci, termasuk letak rekahan, dan tintanya kelihatan.”

Kemajuan teknologi memungkinkan peneliti mengutak-atik manuskrip-manuskrip kuno ringkih secara non-invasif demi menjaga keutuhannya. (Sumber Science Advances)

Langkah ke tiga adalah melakukan analisa tinta guna mencari huruf-huruf yang tertera. Mereka menciptakan perangkat lunak (software) yang meliihat setiap titik pada lapisan kulit dan menentukan kadar "kecerahan", yaitu dengan membandingkan dengan huruf sekeliling.

Tim menggunakan kepadatan pantulan sinar X dari manuskrip itu. Semakin padat pantulannya, semakin cerlang titik itu. Dengan demikian, dihasilkan citra 3 dimensi huruf-huruf yang berpendar. Dari tampilan hasilnya, para peneliti menduga tinta yang dipakai mengandung logam.

Tapi, tulisan pada citra 3 dimensi masih belum mungkin dibaca. Huruf-hurufnya bergulung dan bertumpukan satu sama lain. Pada tahap akhir, para peneliti mengubah model 3 dimensi itu menjadi halaman 2 dimensi, seakan dibuat rata secara virtual.

Citra akhirnya mengungkapkan kolom huruf-huruf terang bahasa Ibrani dengan latar belakang yang gelap. Beberapa kalimat hilang karena rekahan yang melintasinya.

Beberapa bagian hilang atau rusak, tapi cukup utuh sehingga memungkinkan para cendekiawan di Hebrew University di Yerusalem untuk mengenali cuplikan itu berasal dari kitab Imamat.


Penggunaan di Masa Depan

Dalam laporan disebutkan bahwa, secara realistis, "pendekatan tradisional menarik sehelai dokumen dari tumpukan dan menekannya agar rata" tidak bisa diakukan pada manuskrip yang sedemikian ringkihnya. Rekonstruksi virtual menggunakan sinar X merupakan teknik terbaik yang ada sekarang.

Karena pekerjaan ilmu komputer ini mendapat pembiayaan publik melalui National Science Foundatioan (NSF)--badan sejenis LIPI di Indonesia--maka perangkat lunak (software) lengkapnya harus diterbikan tahun depan, demikan dijelaskan oleh Seth Parker, salah satu penulis laporan.

Searles dan Parker berharap agar cara pencitraan baru ini bisa membantu memecahkan teka-teki artifak lain, misalnya gulungan-gulungan yang rusak di Pompeii dan Herculaneum.

Kemajuan teknologi memungkinkan peneliti mengutak-atik manuskrip-manuskrip kuno ringkih secara non-invasif demi menjaga keutuhannya. (Sumber Science Advances)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya